Kejadian 22 menjadi salah satu narasi yang perlu dengan benar-benar cermat dan berulang-kali direfleksikan agar terhindar dari kesimpulan yang terlalu jauh. Terdapat beberapa kecenderungan sikap yang mungkin dimunculkan melalui perikop ini, misalnya: pertama, Tuhan senang memberikan pencobaan bahkan yang kejam sekalipun; kedua, pencobaan itu jika dapat dilalui, maka akan memberikan apa pun yang kita inginkan dalam doa kepada-Nya. Dua kesimpulan ini tentu sangat mungkin untuk diperdebatkan dan didiskusikan lebih lanjut, tentunya dalam perspektif dan pendekatan teologis yang bertanggung-jawab. Setiap pendekatan pun akan sangat berpengaruh terhadap hasilnya masing-masing, misalnya ada yang membaca perikop ini secara historisitas atau sejarah teks itu sendiri di tengah susunan kitab Kejadian, atau ada juga yang menilai perikop ini sebagai sebuah cara pembangunan identitas kultur Israel kuno yang tidak melakukan praktik pengurbanan manusia sebagai persembahan kepada dewa-dewi. Namun, marilah kita membaca seruan Tuhan kepada Abraham selama lima ayat pertama ini demi menghasilkan sebuah tawaran reflektif dan praktis.
Terdapat sebuah pernyataan iman yang menegaskan tentang peranan TUHAN dan keteguhan iman seorang Abraham di tengah pergumulan. Keimanan Abraham bukan sekadar diuji dalam pengalaman ini tetapi juga mengalami pertumbuhan yang semakin kokoh kepada TUHAN. Kemudian, pengalaman Abraham ini juga telah mengajarkan kepada kita bahwa TUHAN adalah satu-satunya sumber kehidupan beriman setiap umat percaya. Frasa ‘TUHAN Menyediakan’ bukan sekadar julukan atau nama tempat yang Abraham berikan bagi tempat pengurbanan itu, melainkan juga sebagai sebuah kesaksian iman tentang peran dan tindakan TUHAN dalam hidup Abraham.
‘TUHAN menyediakan’ bukan berarti Ia akan mengikuti segala sesuatu yang kita minta kepada-Nya. Abraham memang mentaati firman TUHAN yang menguji imannya untuk mengurbankan Ishak, namun bukan berarti kita dapat memaknai bahwa ketaatan kepada TUHAN menjadi cara untuk mendapatkan apa pun yang kita inginkan dari-Nya. justru, perilaku Abraham dalam kisah ini menjadi sebuah bentuk perilaku beriman yang berserah sepenuhnya kepada TUHAN itulah sebabnya, Abraham di tengah ketakutan, kecemasan, kekecewaan dan kesedihannya tetap mampu berkata bahwa, “TUHAN yang akan menyediakannya…” Abraham sadar bahwa ia tidak sanggup melakukan apa pun pada saat itu, namun ia percaya bahwa TUHAN sanggup melakukan apa pun dalam hidupnya dan Ishak. Inilah nilai sebuah beriman yang bertanggung-jawab bahwa, ketaatan dan keimanan yang kokoh bukan berarti kita dapat memaksa TUHAN untuk bertindak sesuai dengan kehendak kita melainkan semestinya menghasilkan sikap berserah secara penuh kepada-Nya.
Salam Alkitab Untuk Semua