Keheningan dan diam menjadi kegiatan utama dari pemazmur di dalam syair-syair ini. Di dalam keheningan ia berusaha memaknai segala peristiwa dalam hidupnya dan dengan diam ia berupaya menahan diri agar terhindar dari kesalahan serta keberdosaan di hadapan TUHAN. Nampaknya, dia paham betul bahwa keheningan dan diam dapat menjadi langkah bijak untuk dilakukan ketika berada di tengah kumpulan orang fasik yang siap menyerang. Selain itu, sikap ini juga menjadi sebuah bukti mengenai kebergantungan pemazmur kepada TUHAN. Dengan kata lain dapat kita simpulkan bahwa bagi seorang pemazmur lebih baik menahan diri dan mulut serta berserah kepada TUHAN daripada menanggapi perilaku orang fasik yang selalu berusaha menjatuhkan dirinya. Pertanyaannya sekarang, apakah kita mampu melakukannya?
Sahabat Alkitab, tidak dapat dipungkiri bahwa manusia selalu berusaha untuk mempertahankan dirinya, entah bertahan hidup maupun mempertahankan identitas dan nilai dirinya sebagai seorang manusia di hadapan manusia lainnya. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika kita memiliki tendensi untuk ‘melawan’ perilaku orang fasik yang menyerang kita. Paling tidak, perlawanan itu dapat dimulai dengan kata-kata. Namun, melalui pembacaan Mazmur ini kita justru melihat sikap iman pemazmur yang memilih untuk menahan mulutnya agar tidak jatuh ke dalam ‘permainan’ yang sama yang dilakukan oleh orang-orang fasik di sekitarnya. Sikap pemazmur ini tidak semestinya menjadikan kita sebagai orang yang pasrah terhadap jalannya kehidupan maupun menjadi orang yang pasif di tengah himpitan gumul kehidupan. Justru, sikap ini mengajarkan kita betapa petingnya menjaga mulut dan kata-kata agar tidak jatuh ke dalam keberdosaan yang sedang membuka ‘mulut’ untuk menelan kita.
Salam Alkitab untuk semua