Bagi setiap anda yang tumbuh besar dan menyukai film-film kartun dari dunia Barat pasti sudah cukup akrab dengan penggambaran para tokoh yang kental dengan efek-efek tertentu untuk menekankan sebuah kondisi perasaan atau situasi yang dimaksud. Misalnya, pada saat satu tokoh kartun merasa sedih ia digambarkan mengeluarkan air mata yang begitu deras hingga seperti aliran air yang dipompa menggunakan mesin. Ada juga penggunaan sepasang tanduk di atas kepala sang tokoh pada saat ia sedang merancang strategi buruk. Tanduk itu digunakan untuk menggambarkan karakter jahat pada dirinya.
Di dalam teori komunikasi dikenal pula sebuah konsep yang menunjukkan gambaran buruk pada diri seseorang, yakni konsep ‘horn effect’ atau ‘efek tanduk’, yakni cara pandang yang bias dari seseorang terhadap orang lain yang dianggap buruk. Intinya, seseorang yang sudah terjebak horn effect akan mengalami kesulitan dalam memberikan penilaian yang objektif terhadap orang tersebut. Seseorang yang dipandang dengan menggunakan horn effect, sebaik apa pun ia berperilaku, akan terus dianggap sebagai pribadi yang buruk dan jahat.
Nampaknya, orang Edom pun sudah menyikapi orang Israel dalam jerat horn effect. Inilah yang membuat mereka memperlakukan bangsa saudaranya itu dalam kebencian tiada akhir. Bahkan, saking buruknya orang Israel di mata orang Edom, mereka sudah tidak lagi menyadari dan memedulikan kehadiran TUHAN yang ada di tengah-tengah Israel. Di hadapan dan menurut pandangan orang Edom, seluruh orang Israel serta wilayah mereka adalah keburukan. Mereka sudah tidak lagi dapat menyikapi keberadaan Israel secara sehat dan objektif. Mereka pun sudah tidak dapat melihat dan menghargai keberadaan TUHAN di tengah Israel.
Cara pandang bias seperti horn effect selalu akan merugikan diri sendiri maupun orang lain. Sebuah perilaku yang dihasilkan oleh penilaian yang timpang dan tidak sehat pun hanya akan mempersulit kita, sebagai umat percaya, menjadi saluran berkat TUHAN melalui tingkah laku terhadap sesama. Oleh sebab itu, firman TUHAN pada hari ini menjadi sebuah ajakan bagi kita untuk membentuk cara pandang dan sikap yang objektif, yang tidak timpang terhadap sesama. Hal ini dibutuhkan agar kita sungguh-sungguh mampu menjadi saluran berkat yang menghadirkan damai sejahtera TUHAN bagi setiap orang yang ada di sekitar kita.