Dialog tawar-menawar yang dilakukan oleh Abraham terhadap keputusan TUHAN pada perikop ini memang menjadi sebuah fakta naratif yang sangat menarik. Tidak sedikit pula orang yang justru menganggap TUHAN sebagai pihak yang plin-plan atau tidak memiliki ketegasan sikap yang bulat. Namun, apakah benar demikian? Kemudian, kenapa juga TUHAN membiarkan Abraham menawar keputusan TUHAN terkait nasib kota Sodom dan Gomora pada saat itu?
Hal pertama yang perlu kita cermati adalah mengenai kualitas relasi yang TUHAN bangun untuk Abraham. Dia tidak menunjukkan sebuah model relasi yang timpang di antara mereka berdua, melainkan TUHAN menampilkan sebuah kesetaraan di dalamnya. Hal ini tidak berarti Abraham memiliki kuasa atau pun status yang setara dengan TUHAN. Justru, TUHAN bersedia untuk menghadirkan Diri-Nya sebagai pihak yang penuh solidaritas terhadap Abraham dan bersedai untuk mendengarkan pemikiran maupun curahan hati Abraham.
Hal kedua yang muncul dalam peristiwa ini adalah perihal kebebasan yang dimiliki oleh Abraham di hadapan TUHAN. dialog tawar-menawar dari Abraham ini tidak mungkin terjadi jikalau TUHAN tidak memberikan ruang kebebasan bagi Abraham di dalam relasi mereka berdua. Itulah mengapa kita dapat melihat betapa leluasanya Abraham melakukan tawar-menawar terhadap TUHAN terkait nasib kota Sodom-Gomora.
Kedua hal tersebut dapat menjadi temuan reflektif untuk kita rayakan dalam relasi yang kita miliki dengan TUHAN. Melalui permenungan pada hari ini kita telah melihat bagaimana TUHAN begitu menghargai kita sebagai manusia, bahkan Dia bersedia untuk mendengarkan segala pemikiran dan curahan hati kita. Meskipun, penting juga bagi kita untuk memerhatikan sikap Abraham pada saat ia mengutarakan pemikirannya kepada TUHAN. Abraham tetap penuh hormat dalam keadaran diri yang tinggi di hadapan TUHAN.