Setiap agama memiliki ritus dan pemaknaannya masing-masing, termasuk dalam persoalan persembahan kepada sosok Ilahi. Melalui bacaan pada hari ini, kita pun mendapati bagian awal dari kitab Imamat yang berisikan banyak sekali panduan untuk melakukan ritus-ritus dalam kehidupan peribadahan orang Israel kuno. Secara khusus, pada perikop ini TUHAN sedang memberikan panduan, melalui Musa, untuk mengajarkan orang Israel mengenai tata cara memberikan kurban persembahan bagi-Nya. Hal yang menarik adalah paada ayat 2 bagian terakhir, TUHAN dengan sangat tegas menekankan bahwa orang Israel hanya boleh memberikan persembahan hewan, entah lembu maupun kambing domba, sebagai ungkapan syukur kepada TUHAN. Apakah ini berarti TUHAN pilih-pilih terhadap persembahan umat-Nya?
Kita perlu menyadari bahwa budaya bangsa-bangsa di sekitaran orang Israel pada masa itu mengenal praktik mempersembahan manusia kepada ilah-ilah. Praktik ini pun tidak diperkenankan oleh TUHAN. Itulah mengapa muncul penegasan yang begitu lugas dari TUHAN agar orang Israel tidak menerapkan praktik mempersembahkan manusia kepada-Nya. Selain itu, di dalam perikop ini kita juga dapat melihat beragam langkah rinci untuk memberikan kurban persembahan, mulai dari awal mereka membawa hewan persembahan hingga pasca persembahan dilakukan. Semuanya diatur sebagai pelatihan kedisiplinan orang Israel agar tidak sembarangan dalam memberikan persembahan kepada TUHAN.
Sahabat Alkitab, sebagai umat TUHAN kita tentu sudah tidak asing dengan praktik persembahan yang kita lakukan di dalam peribadahan. Memang, praktik mempersembahkan kurban hewan bukan lagi menjadi sebuah praktik umum yang dilakukan dalam Kekristenan, namun kita juga mengenal memberikan persembahan dalam rupa materi yang lain. Setiap gereja dengan pemahaman teologis dan tradisinya pun memiliki bentuk persembahan yang khas. Namun, pada hari ini kita diajak unutk merenungkan nilai persembahan yang perlu dilakukan dilakukan dengan sungguh-sungguh, bukannya secara sembarangan.
Sungguh disayangkan ketika kita memperlakukan persembahan sebagai tindakan formalistik yang tidak lagi istimewa untuk diberikan. Padahal, setiap persembahan yang kita bawa semestinya didasari dengan kesungguhan hati untuk memberikan yang terbaik untuk TUHAN dengan niatan yang tidak asal-asalan. Semua persembahan perlu dipersiapkan dan diberikan dengan sikap yang tepat.