TUHAN memang menampilkan Diri-Nya sebagai Sosok yang tidak pilih kasih. Dia menerima setiap umat-Nya tanpa memandang status dan peran di tengah sistem sosial manusia. Hal ini sangat terbukti melalui perikop bacaan pada hari ini, yakni ketika TUHAN memberikan kebebasan bagi tiap individu yang ingin memberikan korban bakaran sesuai dengan kadar kemampuannya masing-masing.
Kemunculan jenis-jenis hewan dengan nilai ekonomis yang beragam pada Imamat 1 telah menunjukkan bahwa sejak awal pembentukan tradisi keagamaannya, spiritualitas orang Israel kuno sudah diarahkan untuk rendah hati dan penuh ketulusan. TUHAN tidak tampil sebagai pihak yang serba menuntut dan terkesan kaku. Justru, Dia memberikan banyak pilihan bagi setiap individu untuk menjalin hubungan yang intim dengan Diri-Nya sesuai dengan kondisi masing-masing. TUHAN tidak menetapkan satu bentuk persembahan baku yang berlaku untuk semua orang tanpa memerhatikan kemampuan ekonomi masing-masing.
Perikop ini adalah bukti bahwa rasa syukur hendaknya menjadi luapan kesadaran diri dengan ketulusan hati di hadapan TUHAN yang dilakukan tanpa adanya keterpaksaan. Sikap TUHAN dalam perikop ini, yang mengajarkan umat Israel untuk berlaku tanpa memaksakan diri dalam memberikan korban bakaran, hendaknya menjadi pengingat sekaligus ajakan bagi setiap umat TUHAN untuk mengungkapkan syukur dalam ketulusan dan kejujuran.
Pada masa sekarang, kita sangat perlu berhati-hati dalam setiap bentuk syukur yang ingin kita berikan kepada TUHAN. Jangan sampai kita menganggap bahwa TUHAN hanya menerima satu bentuk syukur tertentu dengan standar atau nominal ekonomi yang justru hanya akan menyulitkan diri sendiri. Padahal, pilihan hewan kurban yang TUHAN hadirkan pada perikop ini merupakan penanda betapa TUHAN sangat terbuka dalam menerima berbagai bentuk syukur dari umat-Nya. Lagi pula, bukankah kondisi hati adalah jauh lebih utama di hadapan TUHAN dibanding beragam materi yang kita persembahkan kepada-Nya?