Pada kebanyakan daerah di Indonesia memiliki tradisi ucap syukur atas hasil panen sesuai dengan konteks dan perkembangan kebudayaan di wilayahnya masing-masing. Biasanya, semua hasil panen akan dikumpulkan secara komunal untuk kemudian dirayakan bersama dalam kesadaran akan keterlibatan Sang Kuasa yang telah merawat kehidupan mereka dalam rupa hasil-hasil panen tersebut. Terlepas dari intensi dan target ucapan syukur dari setiap praktik tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan semacam ini cukup menjadi daya tarik bagi para wisatawan asing yang menyukai hal-hal yang bersifat sangat otentik dengan nilai kesenian yang khas.
Masyarakat Israel kuno, sama seperti masyarakat di sekitarnya, juga memiliki tradisi ucap syukur atas hasil panen yang mereka dapatkan. Itulah mengapa mereka memiliki peraturan tertulis yang cukup rinci untuk melakukan persembahan syukur dari hasil pertanian, seperti tepung yang diolah dari biji-bijian, untuk dijadikan sebagai korban sajian. Mereka pun dapat melakukannya secara personal dengan ketentuan mempersembahkan yang terbaik untuk TUHAN dari setiap hasil tanah yang mereka dapatkan.
Kurban sajian dari hasil-hasil pertanian yang dipersembahkan orang Israel merupakan respons atas pemeliharaan TUHAN di sepanjang kehidupan mereka, entah secara komunal sebagai sebuah bangsa maupun secara individu. Semuanya dilakukan sebagai bentuk syukur dan kesadaran diri dari masing-masing orang untuk membawa segala hasil yang terbaik untuk TUHAN.
Bacaan firman TUHAN pada hari ini pun menjadi ajakan bagi setiap umat TUHAN untuk membawa setiap hal yang terbaik dari segala yang dimilikinya di dunia. Kita juga perlu selalu memiliki kerendahan hati untuk mengakui bahwa segala sesuatu yang kita miliki untuk menjalani kehidupan ini merupakan bentuk pemeliharaan TUHAN yang tak pernah putus. Namun, seberapa sering kita bersedia membawa yang terbaik dan mempersembahkannya untuk TUHAN meski jumlah itu hanya sedikit dari yang kita dapatkan dari-Nya?