Terdapat aspek pembaharuan yang muncul melalui tulisan Paulus, secara khusus mengenai ketegangan posisi para umat yang hidup oleh Roh. Ketegangan posisi itu terjadi ketika mereka berada di antara dosa dan penyelamatan yang diberikan oleh Yesus Kristus. Simbolisasi pembaharuan yang terjadi pada momen pembaptisan pun tergambar pada ayat 10, yakni ketika tubuh mereka mati oleh dosa, namun hidup oleh Roh. Artinya, ada pembaharuan hidup atau terjadi transformasi pada diri setiap umat Tuhan yang memberikan dirinya kepada Kristus. Itulah mengapa, pada ayat 9 Paulus menuliskan perkataan yang cenderung keras bahwa, “...kamu tidak hidup dalam tabiat daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah tinggal di dalam kamu. Namun, jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.” Tulisan Paulus ini pun menampilkan dua gerak komunikasi antara umat dengan Allah yang semestinya saling memiliki. Dengan kata lain, kita dapat memaknai bahwa hubungan iman yang kita miliki sebagai umat Tuhan tidak dapat terjadi dalam ketimpangan relasi kepemilikan.
Setiap umat yang mengakui status sebagai pengikut Kristus berarti menyerahkan dirinya untuk dimiliki oleh Kristus, seperti mereka memiliki Roh Kristus di dalam dirinya. Ketimpangan relasi kepemilikan antara kita dengan Kristus berarti menciderai hubungan iman yang sehat dan ideal. Alhasil, tidak mengherankan jika banyak hidup umat yang tidak berdampak. Padahal hidup dalam Roh berarti kita menjadikan hidup terus bernilai dalam pimpinan Roh sebagai bentuk keseriusan kita memiliki Roh Kristus sekaligus sebagai indikator bahwa kita dimiliki oleh Kristus. Hidup kita tidak lagi sama dan memang tidak dapat sama dengan hidup orang yang belum memiliki Roh Kristus. Ini bukanlah sebuah bentuk eksklusivitas yang narsis di tengah keragaman manusia, melainkan sebuah kesadaran tanggung jawab iman sebagai umat yang dimiliki oleh Kristus.