Perkataan Paulus dalam daftar bacaan ini merupakan sebuah nasihat yang semestinya mereka dengar. Dia menganjurkan agar rombongan tidak melanjutkan pelayaran mengingat kondisi alam yang semakin tidak mendukung. Ada cukup banyak alasan yang membuat perkataan Paulus itu sangat layak untuk dipertimbangkan, bahkan dituruti, selain karena dia adalah rasul Kristus. Sebagai seorang Yahudi yang taat tentu saja Paulus sudah terbiasa dengan kalender perayaan Yahudi dimana banyak orang Yahudi biasanya berbondong-bondong berkumpul ke Yerusalem atau melakukan perjalanan jauh untuk melakukan ritus-ritus keagamaan. Catatan dalam perikop ini pun menunjukkan bahwa mereka telah melewati masa perayaan Hari Pendamaian akibat payahnya angin laut yang membuat mereka tidak dapat berlayar dengan cepat. Cukup diyakini bahwa mereka sudah memasuki pertengahan bulan November yang berarti sudah mencapai masa-masa berbahaya untuk melakukan perjalanan di wilayah laut Mediterania. Hal ini pun semakin diperkuat dengan catatan mengenai pemikiran orang-orang Yahudi pada waktu itu bahwa melakukan perjalanan laut setelah lewat 5 hari dari Hari Pendamaian adalah sangat berbahaya. Artinya, usulan Paulus tersebut bukan sekadar berdasarkan ketakutan maupun kecemasan tanpa alasan. Namun, sungguh disayangkan bahwa perwira, nahkoda dan juru mudi justru lebih mengeraskan hati untuk memaksakan kondisi dibanding mempertimbangkan usulan yang sangat beralasan. Hal itu mungkin saja diakibatkan karena status Paulus yang adalah tawanan hingga membuat perkataannya tidak terlalu didengar oleh orang ‘merdeka’.
Tertolaknya usulan Paulus pun akan berujung pada sebuah insiden bagi mereka semua. Namun, pada catatan ini kita dapat melihat bagaimana pertimbangan yang baik seringkali kalah oleh ambisi yang terlalu tinggi, penilaian yang timpang, maupun keengganan untuk mendengar perspektif yang lain. Sebagai manusia kita tentu perlu memiliki prinsip dalam menjalani kehidupan, namun hal ini tidak berarti kita justru menutup diri untuk mendengar dan mempertimbangkan perspektif orang lain. Terlebih lagi, ketika itu semua dihasilkan dari alasan-alasan yang dapat dipertanggung jawabkan. Hal yang lebih parahnya lagi adalah ketika kita tidak mau mendengarkan orang lain karena penilaian iman, yakni ketika kita menganggap orang tersebut tidaklah lebih baik dari diri kita. Hal semacam ini tidak hanya menunjukkan sebuah kekerasan hati melainkan juga menjadi tanda dari kesombongan iman.