Hadir bagi Mereka yang Terluka

Renungan Harian | 19 Maret 2025

Hadir bagi Mereka yang Terluka

Tragedi yang terjadi dalam lakon kehidupan manusia tidak hanya menuntut jawab dan respon para subjek yang terdampak, melainkan juga bagi mereka yang bersinggungan dengan sang subjek yang tengah menderita itu. Respon alamiah kita adalah hadir untuk menguatkan serta menghibur orang-orang yang tengah mengalami pergumulan yang begitu berat. Itulah sebabnya dalam masyarakat kita sangat lumrah bila seorang melayat ketika ada yang berduka, menjenguk mereka yang sakit, mendengarkan cerita dari sahabat yang tengah patah hati, atau hadir menolong mereka yang tengah ditimpa bencana. Persoalannya adalah bagaimana kita dapat memberikan sebuah penghiburan yang bermakna bagi mereka yang tengah dirundung derita. Kadangkala kebingungan meliputi pihak yang tengah berkunjung dan hendak menghibur. Kata penghiburan apa yang harus kita ucapkan agar tidak terjatuh pada respon nir-empati dan penghakiman sepihak? Ataukah kita harus diam saja, menunjukkan kehadiran kepada mereka yang dirundung derita?


Kisah kita berikut ini adalah tentang kehadiran sahabat-sahabat Ayub dan permulaan jerit hati Ayub atas tragedi yang menimpanya. Ayub 2:11-13 mengisahkan Elifas, Bildad, dan Zofar, yang merupakah sahabat-sahabat Ayub. Mereka berasal dari berbagai penjuru Timur Tengah kuno. Hal tersebut menunjukkan bahwa kabar mengenai Ayub, orang terpandang yang kehilangan segalanya itu telah menyebar ke seluruh penjuru Timur Tengah. Para sahabat Ayub sungguh berdukacita melihat keadaan Ayub. Mereka menunjukkan dukacita mendalam seturut dengan gesture yang lazim pada kebudayaan saat itu yakni menangis dengan suara nyaring, mengoyak jubahnya, dan menghamburkan abu ke arah langit, di atas kepala. Tangis dan mengoyak jubah adalah respon dukacita. Sementara abu adalah tanda penyesalan dan kefanaan manusia. Setelah itu mereka duduk sama rendah dengan Ayub. Menunjukkan keberpihakan terhadap apa yang dialami oleh Ayub. 


Hal yang menarik adalah setelah melakukan berbagai tindakan tersebut rupanya ketiga sahabat Ayub memilih untuk diam bersama Ayub yang juga diam. Respon diam Ayub dapat diartikan sebagai prosesnya untuk mencerna apa yang terjadi tetapi sekaligus orang yang tengah menghadapi dukacita serta trauma mendalam. Sebuah tanda persahabatan yang mendalam ditunjukkan oleh Elifas, Bildad, dan Zofar. Mungkin dengan mereka yang memutuskan untuk diam, para sahabat tersebut ingin memberi waktu kepada Ayub yang trauma dan terluka untuk sendiri dan memulihkan diri. Benar saja setelah tujuh hari tujuh malam terhanyut dalam diam, Ayub mulai berbicara. Kata yang diucapkannya diekspresikan dalam sebuah syair yang menunjukkan jerit hati atas derita yang dialaminya. Ia mengutuki hari lahirnya. Berharap agar hari itu dihilangkan dari sejarah sehingga apapun yang terjadi pada masa kelahirannya itu bisa dianulir. Seolah-olah seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Jika sebelumnya Tuhan telah menghadirkan terang dalam dunia, maka saat hari kelahiran Ayub, biarlah gelap gulita kembali dan menyelubungi hari itu. Ayub ingin menghapus keberadaannya, kegelapan seolah menghalangi pandangan Tuhan kepada Ayub karena buat apa lahir tetapi harus mengalami derita yang begitu berat seolah-olah ia telah luput dari pandangan Tuhan. Sekali lagi kita melihat bahwa Ayub tetap tidak mengutuk Tuhan, melainkan menangisi keberadaannya sendiri. 


Sahabat Alkitab, semoga kita juga dapat berhikmat seperti sahabat-sahabat Ayub pada masa awal penderitaan Ayub. Mereka memilih untuk merespon dengan diam saat diperhadapkan dengan kondisi sahabatnya yang begitu memprihatinkan. Empati juga dapat terlihat melalui kehadiran kita. Kadangkala sekedar hadir saja sudah cukup untuk mendampingi mereka yang tengah terluka dan mengalami derita yang tidak terperikan. Namun pada situasi yang lain mungkin kita harus berbicara dan menyampaikan pandangan-pandangan kita. Disinilah hikmat dan kebijaksanaan Tuhan harus selalu menjadi andalan kita. Menghadapi mereka yang terluka bahkan trauma memang tidak selalu mudah. Kadangkala responnya begitu menyayat hati seperti yang nampak pada respon Ayub. Di balik semua itu kita tetap harus hadir untuk membalut mereka yang “terluka”, meskipun kadang tidak mudah bahkan dapat membuat kita sendiri juga tergores “luka”.


Logo LAILogo Mitra

Lembaga Alkitab Indonesia bertugas untuk menerjemahkan Alkitab dan bagian-bagiannya dari naskah asli ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang tersebar di seluruh Indonesia.

Kantor Pusat

Jl. Salemba Raya no.12 Jakarta, Indonesia 10430

Telp. (021) 314 28 90

Email: info@alkitab.or.id

Bank Account

Bank BCA Cabang Matraman Jakarta

No Rek 3423 0162 61

Bank Mandiri Cabang Gambir Jakarta

No Rek 1190 0800 0012 6

Bank BNI Cabang Kramat Raya

No Rek 001 053 405 4

Bank BRI Cabang Kramat Raya

No Rek 0335 0100 0281 304

Produk LAI

Tersedia juga di

Logo_ShopeeLogo_TokopediaLogo_LazadaLogo_blibli

Donasi bisa menggunakan

VisaMastercardJCBBCAMandiriBNIBRI

Sosial Media

InstagramFacebookTwitterTiktokYoutube

Download Aplikasi MEMRA

Butuh Bantuan? Chat ALIN


© 2023 Lembaga Alkitab Indonesia