Di tengah penderitaan yang memilukan, Ayub masih bersaksi tentang ketaatannya kepada Allah. Ia berkata, “Kakiku tetap mengikuti jejak-Nya, aku menuruti jalan-Nya dan tidak menyimpang” (Ayub 23:11). Meskipun hidup di tengah penderitaan, Ayub tidak menyimpang dari jalan yang telah Allah tetapkan. Bahkan firman Allah ia simpan lebih dari makanan sehari-hari, sebuah ungkapan tentang betapa pentingnya hubungan dengan Allah dalam hidupnya, yang lebih berarti daripada kebutuhan jasmani.
Seruan Ayub kepada Tuhan merupakan upayanya untuk terus mengingat Sang Pencipta. Namun Allah seolah bergeming, seruan Ayub tidak diindahkan-Nya. Ayub merasa terjebak antara iman yang teguh dan kenyataan yang menyakitkan. Jika kita menjadi Ayub, mungkin telah lama kita meninggalkan Tuhan. Maka kegigihan Ayub untuk terus bertanya memohon penjelasan Allah merupakan sesuatu yang patut diteladani oleh setiap orang percaya. Pertanyaan dan penjelasan Ayub bukanlah lambang dari ketidakpercayaan, melainkan keteguhan hati untuk berpegang pada ketetapan-Nya.
Sahabat Alkitab, beriman di tengah segala ketidakpastian hidup berarti belajar untuk mempercayai Allah meski kita tidak melihat bagaimana atau kapan keadilan itu akan datang. Iman sejati tidak terbentuk hanya melalui berkat yang kita terima, tetapi melalui keteguhan hati untuk tetap setia di tengah segala penderitaan yang ada.