Pujian yang Lahir dari Syukur

Renungan Harian | 5 Nov 2025

Pujian yang Lahir dari Syukur

Ada momen-momen dalam hidup ketika kata-kata tak lagi cukup menampung rasa syukur. Seorang ibu yang memandang anaknya tertidur dengan damai, seorang petani yang melihat tunas pertama muncul dari tanah yang gersang, atau seorang penyintas yang akhirnya bisa tersenyum setelah badai panjang. Semua itu adalah bentuk pujian, bahkan ketika tak diucapkan. Pujian sejati tidak selalu berbunyi; ia bisa hadir dalam kesadaran yang tenang, dalam hati yang tahu dari mana segala kebaikan itu datang. Di situlah inti Mazmur 95, panggilan untuk memuji Tuhan bukan sebagai kewajiban liturgis, melainkan sebagai letupan syukur dari hati yang menyadari sumber hidupnya.

 

Mazmur ini dimulai dengan seruan yang menggugah, “Marilah kita bersorak-sorai untuk TUHAN, bersorak-sorai bagi gunung batu keselamatan kita!” (ayat 1). Seruan ini bukan ajakan untuk sekadar bernyanyi, melainkan panggilan untuk bergerak: datang, berjalan, dan “menghadap wajah-Nya dengan nyanyian syukur”. Pemazmur tidak sedang mengundang umat untuk menikmati pertunjukan rohani, tetapi untuk mengalami perjumpaan dengan Sang Pencipta. Di sini, bentuk imperatif dari kata ‘datanglah’ mengandung gerak batin, yaitu kesediaan untuk keluar dari diri sendiri dan masuk dalam hadirat Allah. Dalam perspektif sejarah, Mazmur ini mungkin dinyanyikan dalam konteks perayaan penobatan ilahi, sebuah liturgi di mana umat Israel menegaskan kembali Allah sebagai Raja yang mencipta dan memelihara. Pujian mereka bukan hasil dari suasana gembira semata, tetapi respons terhadap kesadaran kosmik bahwa hidup dan dunia ini ditopang oleh kasih setia Allah.

 

Namun di tengah sukacita itu, tiba-tiba suasana berubah. Ayat 7b–8a menghadirkan peringatan keras, “Pada hari ini, kalau saja kamu mendengar suara-Nya! Janganlah keraskan hatimu seperti di Meriba.” Nada ini seolah menegur euforia rohani yang dangkal. Pujian tanpa ketaatan hanyalah gema kosong; ibadah tanpa kesadaran hati adalah bentuk lain dari pelarian. Di sinilah pesan Mazmur 95 menjadi sangat relevan bagi umat masa ini: di tengah budaya yang memuja ekspresi, pemazmur mengingatkan pentingnya intensi. Pujian yang sejati lahir dari relasi, bukan performa. Sebuah relasi yang hidup, dimana kita tidak berhadapan dengan Tuhan sebagai subjek yang dikagumi dari jauh, melainkan sebagai Pribadi yang mengundang kita dalam perjumpaan yang mengubah.

 

Rasa syukur (gratitude) dikenal sebagai sumber daya emosional yang memperluas kapasitas manusia untuk mengalami kebahagiaan, kedamaian, dan keterhubungan. Namun Mazmur 95 mengajak kita melampaui sekadar perasaan bersyukur menuju eksistensi yang bersyukur. Pujian yang lahir dari syukur bukan sekadar emosi sesaat, melainkan orientasi hidup: menyadari setiap nafas, setiap denyut, sebagai anugerah. Ia menata ulang cara kita bekerja, mencinta, dan berelasi, karena hati yang bersyukur tidak bisa hidup acuh terhadap ciptaan dan sesama. Dalam dunia yang sering menilai segalanya berdasarkan hasil dan efisiensi, pujian menjadi tindakan subversif: ia menegaskan bahwa hidup ini bukan soal prestasi semata, tetapi tentang partisipasi dalam karya Allah yang terus mencipta.


Sahabat Alkitab, Mazmur 95 menuntun kita untuk berlutut, baik secara fisik maupun batin, di hadapan Sang Pencipta. Setelah seruan gembira dan teguran lembut itu, umat dibiarkan hening, di titik di mana pujian berubah menjadi kesadaran. Barangkali di situlah pujian sejati menemukan bentuknya: ketika manusia berhenti bersuara agar dapat mendengar. Di tengah hiruk-pikuk dunia yang terus mementingkan ekspresi, Mazmur 95 mengingatkan bahwa pujian yang lahir dari syukur bukan sekadar nyanyian, melainkan cara hidup. Pujian itu tidak berhenti di bibir, tapi mengalir dalam laku sehari-hari. Dalam kesetiaan, dalam ketaatan, dalam cinta yang bersumber dari kesadaran akan kasih Allah yang lebih dulu setia kepada kita.

Logo LAILogo Mitra

Lembaga Alkitab Indonesia bertugas untuk menerjemahkan Alkitab dan bagian-bagiannya dari naskah asli ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang tersebar di seluruh Indonesia.

Kantor Pusat

Jl. Salemba Raya no.12 Jakarta, Indonesia 10430

Telp. (021) 314 28 90

Email: info@alkitab.or.id

Bank Account

Bank BCA Cabang Matraman Jakarta

No Rek 3423 0162 61

Bank Mandiri Cabang Gambir Jakarta

No Rek 1190 0800 0012 6

Bank BNI Cabang Kramat Raya

No Rek 001 053 405 4

Bank BRI Cabang Kramat Raya

No Rek 0335 0100 0281 304

Produk LAI

Tersedia juga di

Logo_ShopeeLogo_TokopediaLogo_LazadaLogo_blibli

Donasi bisa menggunakan

VisaMastercardJCBBCAMandiriBNIBRI

Sosial Media

InstagramFacebookTwitterTiktokYoutube

Download Aplikasi MEMRA


© 2023 Lembaga Alkitab Indonesia