Konsep keadilan yang seringkali kita bayangkan adalah semua orang harus mendapatkan hak maupun tanggung jawab yang sama tanpa terkecuali. Padahal jika demikian yang terjadi, keadilan belum sungguh-sungguh terwujud melainkan baru sekedar “sama rata”. Keadilan itu artinya setiap orang mengerjakan dan mendapatkan sesuai proporsinya berdasarkan kemampuan, situasi yang tengah dihadapi, dan faktor-faktor penentu lainnya.
Saat Allah menyuruh Musa dan Harun untuk mendata angkatan perang bangsa Israel dari setiap suku, sesungguhnya ada satu suku yang dikecualikan disana yakni orang-orang dari suku Lewi. Mereka tidak ditugaskan Allah untuk maju ke medan perang, melainkan mengawasi Kemah Suci, tempat hukum Allah berada. Mereka bertanggung jawab untuk membongkar kemah suci itu saat akan melanjutkan perjalanan, dan memasangnya kembali ketika hendak menetap di suatu tempat. Tugas penjagaan kemah suci ini sesungguhnya suatu tanggung jawab yang besar, karena kemah suci merupakan tanda akan kehadiran Allah di tengah-tengah bangsa tersebut. Mereka memang tidak akan maju ke medan perang, tetapi bukan berarti beban tanggung jawab mereka lebih kecil dari yang maju ke medan perang. Semua berkontribusi sesuai peran serta tanggung jawab masing-masing.
Itulah keadilan Allah yang terkadang tidak dapat langsung kita pahami sebagai manusia. Bisa saja secara naluriah suku-suku yang lain menaruh rasa iri kepada suku Lewi karena mereka tidak harus mengorbankan nyawa di medan perang. Namun syukurlah hal itu tidak terjadi karena umat pada saat itu menaruh kepercayaan penuh pada ketetapan serta kebijaksanaan Allah. Maka kiranya kita juga dapat menjalani kehidupan dengan prinsip yang serupa. Hendaknya masing-masing orang memikul tanggung jawab dan mendapatkan hak sesuai kapasitas dan proporsinya masing-masing, seturut hikmat dan kebijaksanaan-Nya.