Nampaknya, hampir semua manusia, agar tidak dianggap berlebihan jika mengatakan seluruh umat manusia, senang untuk mendapatkan pujian. Setiap pujian yang dilontarkan oleh orang lain, entah atas pencapaian maupun upaya yang telah kita lakukan, tentu menjadi perkataan yang menyanjung dan menyejukkan hati dibanding mendapatkan kritikan tiada akhir. Pujian pun dianggap sebagai bentuk penghargaan yang biasanya ditujukkan kepada orang lain sehingga mereka dapat merasa lebih bersukacita dalam melanjutkan upaya maupun pencapaiannya tersebut. Pada satu sisi, pujian memang dapat meningkatkan kepercayaan diri yang tentu saja juga akan berdampak pada efektivitas seseorang dalam mengembangkan potensi dirinya. Meski demikian, pujian, khususnya yang diberikan secara berlebihan, juga memiliki potensi buruk terhadap individu yang bersangkutan, apalagi jika ia tidak dapat mengendalikannya.
Salah satu dampak buruk dari pujian yang tidak terkendali adalah kecongkakan diri yang juga akan memengaruhi sikap seseorang dalam mengolah dirinya menghadapi kenyataan. Misalnya saja, seorang atlet dengan banyak prestasi gemilang yang justru berubah menjadi congkak akibat ketidakmampuannya dalam mengendalikan berbagai pujian yang ditujukkan kepadanya sangat mudah membuat ia menjadi atlet yang menganggap remeh proses. Alhasil, ia menjadi kurang berkomitmen dalam berlatih sehingga mengalami penurunan kualitas keahlian dibanding sebelumnya.
Kondisi yang serupa juga dapat terjadi pada kehidupan beriman, yakni ketika kita telah kehilangan kepekaan dan kerendahan hati dalam menjalani kehidupan. Berbagai pujian yang kita dapatkan pada saat mencapai berbagai keberhasilan sangat berpotensi menumbuhkan kecongkakan iman di hadapan TUHAN. Itulah mengapa, perkataan pemazmur dalam pembukaan liriknya ini menjadi sangat penting untuk kita refleksikan kepada diri sendiri agar kita tidak justru berubah menjadi umat yang congkak di hadapan Tuhan. Jaminan hidup dan keamanan, termasuk berbagai keberhasilan yang kita dapatkan adalah bagian dari pemeliharaan Tuhan. Ingatlah, “sia-sialah jerih payah orang yang membangun, ikalau bukan TUHAN yang membangunnya. Sia-sialah pengawal berjaga-jaga, jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota. Sia-sialah orang yang berjerih lelah, jikalau bukan TUHAN yang memeliharanya.” Semua yang kita nikmati hanyalah karena peran aktif TUHAN.