Sesuatu yang dikerjakan dan dihasilkan dalam upaya yang jujur serta benar tentu memiliki dampak yang jauh lebih menenangkan dibanding sebaliknya. Persoalannya adalah tidak jarang kenyataan hidup terjadi dalam cara yang kesannya tidak adil. Masih banyak orang-orang yang membangun kehidupannya dan segala kekayaan materielnya yang besar dengan cara-cara yang tidak jujur, bahkan cenderung melanggar norma-norma yang berlaku. Meski demikian, setiap hasil yang didapatkan dalam cara tersebut tidaklah memberikan dampak tenang yang nyata. Selalu ada ketakutan akan kehancuran seluruh kondisi tersebut ketika segala pelanggaran yang ia lakukan terkuak.
Amsal pun memberikan wejangan yang idealis, tegas dan nyata untuk dijalani oleh seluruh umat TUHAN. Bagi si penulis Amsal, berkat yang nyata hanyalah berasal dari TUHAN. Hal ini tidak dapat ditawar atau dinegosiasikan ulang oleh setiap orang yang mengaku sebagai pengikut TUHAN. Berdasarkan Amsal 10:21-26 ini, kita pun menemukan beberapa indikator dari hidup yang menikmati berkat TUHAN, yakni mengucapkan perkataan yang berhikmat, penyerahan penuh kepada TUHAN dalam segala upaya yang dilakukan serta berusaha dengan kejujuran dan ketekunan. Persoalannya sekarang adalah apakah setiap umat TUHAN mampu menjalani hidup yang menikmati berkat TUHAN atau justru lebih memilih untuk menjalani hidup dengan ‘berkat-berkat’ lain yang bertolak-belakang dengan firman-Nya?
Sahabat Alkitab, menjalani hidup ini ibarat menghasilkan sebuah karya seni. Setiap orang perlu menjalaninya dengan rasa dan hasrat yang terikat dengan usaha yang sedang dilakukan. Berdasarkan permenungan terhadap Amsal pada hari ini, kita pun diberikan pedoman mengenai ikatan rasa yang perlu muncul dalam setiap upaya atau kerja yang kita lakukan dalam proses menjalani hidup sebagai umat TUHAN. Kiranya kita mampu menjalani setiap proses hidup ini dengan hikmat, sikap berserah kepada TUHAN, kejujuran dan ketekunan yang mencerminkan bakti iman sebagai umat-Nya.