Salah satu indikator sikap hidup umat TUHAN adalah terjalinnya keterhubungan atau keselarasan antara apa yang ia katakan dengan segala hal yang ia lakukan. Persoalannya adalah seringkali prinsip sekadar ‘di ujung lidah’, terdengar manis dan idealis namun tidak terwujud dalam laku hidupnya. Itulah mengapa, selain perkembangan kognitif, setiap manusia juga perlu dibekali dengan kematangan dalam berprinsip menjalani hidup. Secara khusus, setiap individu perlu menyadari bahwa perkembangan proses hidup tidak cukup dijalani dengan kepintaran logika, namun juga perlu disertai dengan prinsip hidup yang koheren antara ide dengan pelaksanaan. Seseorang yang tidak memiliki unsur ini dalam dirinya pun sangat besar menjadi pelaku ‘besar mulut, minim aksi’ dalam setiap aspek kehidupannya.
Amsal 10:16-21 pada hari ini juga mengajarkan kepada kita cukup banyak mengenai kualitas perkataan yang semestinya mewujud dalam keseharian. Itulah mengapa, penulis Amsal berkata, “lidah orang benar seperti perak pilihan, tetapi pikiran orang fasik sedikit nilainya. Bibir orang benar menggembalakan banyak orang, tetapi orang bodoh mati karena tidak berakal budi.” Berdasarkan Amsal, seorang manusia yang berakal budi, dalam artian menjalani kehidupannya dengan hikmat dari TUHAN, selalu memerhatikan setiap perkataan yang ia ucapkan agar sesuai dan tidak bertolak-belakang dengan laku kehidupannya, begitu pula sebaliknya. Oleh sebab itu, adalah penting bagi seorang umat TUHAN untuk memiliki kemampuan mengendalikan perkataan agar tidak terjerumus dalam kemunafikan atau ketidaksesuaian antara perkataan dengan sikap hidup.
Sahabat Alkitab, pada hari ini kita mendapatkan pengajaran bahwa salah satu indikator beriman sebagai umat TUHAN adalah membangun keselarasan antara perkataan dengan sikap hidup yang dijalankan dalam hikmat TUHAN. Kita tidak dapat lagi menganggap remeh segala perkataan yang kita ucapkan tanpa memerhatikan dampaknya secara luas. Perkataan semestinya menjadi indikator paling awal bagi kita untuk menilai kualitas iman sebagai umat TUHAN. Oleh sebab itu, biarlah teks Amsal ini selalu kita ingat bahwa “dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, ia berakal budi.”