Bahasa Indonesia hanya memiliki satu kata untuk menjelaskan mengenai “rumah”, sementara dalam bahasa Inggris ada dua kata yang sering dipakai untuk menunjukkan objek yang sama yakni “house” dan “home”. Kata pertama untuk menunjukkan bendanya tanpa menunjukkan keterikatan atau kepemilikan, sementara “home” tidak hanya bicara mengenai objek tetapi juga rasa kepemilikan bahkan memori yang terikat dengannya. Bagaimanapun pada akhirnya seharusnya kita dapat merefleksikan bahwa rumah bagi banyak orang tidak hanya berbicara mengenai tempat untuk beristirahat melainkan tempat aman bagi seseorang untuk bertumbuh.
Meskipun bangsa Israel berada dalam kondisi berpindah-pindah menuju tanah terjanji tetapi rasa aman akan adanya tempat berlindung dan bernaung tetap perlu diupayakan dan diciptakan. Allah memerintahkan Musa untuk mengatur bangsa itu agar membangun perkemahan sesuai dengan suku-suku mereka. Tuhan telah mengatur segala sesuatunya mulai dari kapan dan bagaimana mereka harus berjalan, hingga kepada saat-saat mereka harus mendirikan perkemahan. Dari tindakan tersebut seharusnya kita dapat berefleksi bahwa Tuhan-lah yang paling mengetahui apa yang terbaik bagi kita, bahkan hingga kepada tempat kita harus berdiam. Ia tidak berbicara mengenai tempat yang terbaik, karena bisa saja kondisinya tidak ideal bagi mereka untuk berdiam, melainkan Ia menetapkan tempat yang tepat dimana Allah hadir di tengah-tengah mereka.
Sayangnya dalam zaman modern ini, rumah telah berubah menjadi sekedar tempat singgah untuk meletakkan kepala setelah seharian di luar rumah. Jarang sekali ada kesadaran untuk menciptakan, menumbuhkan rumah sebagai tempat yang aman, hangat, dan nyaman untuk seluruh anggota keluarga. Bahkan kita seringkali terlupa bahwa yang terpenting dalam “rumah” juga keluarga, yang bernaung di sana ialah Tuhan yang senantiasa berdiam dan bertumbuh bersama segenap anggota keluarga.