Salah satu tantangan dalam pelayanan yang Paulus alami adalah kebencian dari orang-orang yang menolak keberadaannya. Kita pun sudah berulang kali merenungkan tulisannya yang menjadi cara Paulus untuk merespons kondisi itu. Pada saat ini, tulisan Paulus juga menunjukkan hal yang serupa meski dengan penekanan pesan yang berbeda. Ia tidak hanya sedang melawan pengajaran yang disebarkan oleh para lawannya di tengah jemaat, melainkan juga mempertahankan integritasnya sebagai seorang rasul.
Nampaknya, para lawan Paulus menggunakan kondisi fisiknya sebagai celah untuk menyerang dan menjatuhkan citra Paulus di tengah jemaat di Korintus. Besar kemungkinan, hal ini ada kaitannya dengan kondisi yang juga Paulus maksudkan dalam pasal 12:7, “…maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku…”. Kelemahan fisik Paulus dan berbagai situasi yang menghalangi kehadirannya secara fisik di tengah jemaat di Korintus ternyata dirangkai sedemikian rupa oleh para lawannya untuk mendegradasi kualitas pengajaran Paulus. Dengan kata lain, mereka mencoba membuat Paulus terkesan sebagai orang yang pandai dalam tulisan tapi tidak dalam kenyataan.
Melalui perikop inilah Paulus menekankan kepada jemaat di Korintus bahwa ia adalah seorang rasul yang berintegritas, baik dalam kata-kata secara lisan, tulisan maupun sikap hidup. Ia adalah sosok yang sama berkualitasnya yang dapat dialami oleh jemaat, entah dalam bentuk komunikasi tulis maupun secara langsung. Hal ini menjadi begitu penting untuk dipahami oleh jemaat agar mereka tidak kehilangan ‘pijakan’ untuk menyikapi para lawan Paulus di tengah-tengah mereka dan memberikan penilaian atas keberadaan Paulus sebagai pengajar mereka. Paulus pun menganggap integritas diri dalam pelayanan sebagai sesuatu yang penting, bukan untuk mempertahankan citranya secara personal melainkan demi efektivitas pengajaran injil yang ia kerjakan.
Sahabat Alkitab, pada hari ini kita melihat pentingnya sebuah integritas diri, yang tidak hanya perlu mewujud dalam konteks pelayanan di gereja tetapi juga di berbagai ruang kehidupan nyata, entah itu di sekolah, kantor, bahkan rumah. Hal yang miris adalah ketika seorang umat TUHAN yang mengaku percaya dan membangun citra sebagai manusia yang taat akan firman TUHAN justru tidak menghadirkan kenyataan diri yang tidak sesuai. Inilah sebuah disintegrasi iman yang tidak semestinya muncul pada diri umat TUHAN. Oleh sebab itu, setiap hari baru yang dapat kita nikmati di dunia ini perlu dijalani sebagai kesempatan untuk melatih integritas hidup agar iman dapat mewujud secara efektif melalui sikap hidup yang ideal sebagai umat TUHAN.