Sabtu Sunyi sebuah Ruang “Antara”
Umumnya saat memasuki Paskah, sebagian besar umat Kristen cenderung akan mengingat Jumat Agung dan Minggu Paskah, penghayatan kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus. Padahal ada peristiwa yang menjembatani dua momen tersebut yaitu Sabtu Sunyi. Peristiwa ini dihayati pada hari Sabtu sebagai sebuah jembatan yang menciptakan sebuah ruang “antara”, menghubungkan kematian Kristus dan kebangkitan-Nya. Dukacita masih merasuk, hati gundah dihantam kenyataan bahwa Yesus Sang Mesias harus meregang nyawa di atas kayu salib. Sabtu Sunyi adalah sebuah penyangga dan pembatas antara Kematian (Jumat Agung) dan Kebangkitan (Minggu Paskah) sehingga kisah tiga hari tersebut menjadi utuh. Dalam beberapa tradisi pengajaran gereja momen ini juga diimani sebagai Yesus yang turun ke dalam Kerajaan maut dan menang atasnya (1 Petrus 3:19; 4:6; Kisah Para Rasul 2:27).
Dalam realitas sehari-hari kematian berarti berakhirnya segala sesuatu, maka demikianlah yang juga terbersit di benak para pengikut Kristus setelah kematian-Nya. Segala nubuatan yang disampaikan Sang Guru akan kebangkitan-Nya, sirna dan terlupa begitu saja dihantam ombak kesedihan dan luka akan kepergian-Nya. Allah seolah-olah diam atas semua itu, hari antara tersebut menjadi sebuah ruang yang begitu sunyi. Namun, kita tahu bahwa dalam kesunyian itu ada cahaya terang yang lamat-lamat terlihat dari kejauhan. Kegelapan itu tak sepenuhnya menelan seluruh realitas, karena kita tahu bahwa kebangkitan-Nya sebagai sebuah kemenangan atas maut telah begitu dekat. Dengan demikian sabtu sunyi juga menjadi sebuah persiapan atas kebangkitan dalam benak orang-orang yang menantikan-Nya.
Kubur Sunyi Tempat-Nya Bernaung
Titik kritis kematian-Nya tidak hanya berlangsung saat peristiwa tersebut terjadi melainkan setelah wafat-Nya, lahirlah beragam respons. Mereka yang membencinya yakni para penguasa, pemuka-pemuka agama, orang-orang yang merasa terusik dengan kehadiran-Nya tetap saja menaruh curiga. Para Imam dan orang-orang Farisi menghadap Pilatus dan meminta agar kubur Yesus dijaga. Mereka teringat dengan perkataan Yesus bahwa Ia akan bangkit pada hari ketiga. Gelapnya hati mereka mengubah pemaknaan perkataan Yesus tersebut. Harusnya pesan itu adalah warta pengharapan, tetapi bagi mereka adalah ancaman dan kewaspadaan yang harus ditingkatkan karena murid-murid Yesus akan mencuri jenazah guru-Nya, dan berkata kemana-mana bahwa Ia telah bangkit. Mereka yang telah dikuasai kegelapan sampai kapanpun tidak akan pernah melihat warta sukacita yang dibawa Allah dalam Kristus, hanya mereka yang menundukkan diri dalam Tuhan dimampukan melihat pengharapan itu.
Mungkin itulah yang ada di benak Yusuf dari Arimatea. Siapa dia? Kemungkinan besar seorang terpandang dilihat dari tempat dan lokasi penguburan yang telah disiapkan bagi dirinya sendiri. Namun dalam cinta-Nya kepada Sang Guru, Ia rela mengambil resiko dengan meminta jasad Yesus dari Pilatus serta menempatkan jasad tersebut dalam kubur yang telah disiapkan dengan baik. Penguburan pun terjadi dengan sederhana. Berbeda dari kerumunan yang mengiringi Yesus kemanapun Ia pergi. Sekarang hanya tinggal Yusuf dari Arimatea, Maria Magdalena, dan Maria lainnya menghantar Kristus pada kubur-Nya serta memberi penghormatan yang sebaik-baiknya. Kubur itu menjadi situs kematian-Nya yang sunyi, tetapi dalam hati kita yang terdalam sesungguhnya kita tahu bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Mungkin itulah yang juga ada di benak mereka yang menghantar jenazah Tuhan sampai kesudahannya.
Yusuf dari Arimatea setelah itu tidak pernah disebut lagi. Namun kehadirannya yang singkat itu menawarkan makna yang begitu besar. Keberanian dan kesetiaan untuk tetap berada di sisi Tuhan. Tetapkah kita bersama Tuhan dalam segala situasi yang kita hadapi. Setiakah kita kepada-Nya meskipun doa kita tidak kunjung terjawab, duka datang silih berganti, dan pergumulan berat menerpa hidup kita. Masihkah kita memelihara iman yang besar kepada-Nya di tengah segala keraguan dan tanya yang menyeruak dalam peziarahan iman. Dapatkah kita senantiasa berpegang teguh pada pengharapan yang diwartakan dengan kuat melalui kebangkitan-Nya?
Pertanyaan reflektif: Apakah makna sabtu sunyi yang dapat kita refleksikan secara pribadi dalam peziarahan iman kita?