Tindakan Daniel yang menerjemahkan mimpi Nebukadnezar secara jujur pun bukan tanpa risiko. Bukanlah tidak mungkin, Nebukadnezar menjadi marah atas interpretasi mimpi yang disampaikan Daniel karena ia menceritakan perihal kehancuran kerajaan Babel di masa depan. Namun, pada bacaan ini kita melihat sebuah keberanian dari Daniel untuk mengutarakan kejujuran. Meskipun berita yang ia sampaikan adalah sesuatu yang tidak menyenangkan bagi kerajaan Babel, namun Daniel tetap berani menyampaikannya secara terus terang dan dalam ketulusan. Daniel bisa saja mengutarakan kebohongna atau interpretasi mimpi yang sifatnya lebih menyenangkan hati Nebukadnezar. Namun, Daniel memilih untuk menyampaikan apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh Allah, sebuah kejujuran dengan ketulusan.
Sahabat Alkitab, pernahkah anda mendengar sebuah slogan “Berbohong demi kebaikan.”? Seolah-olah ada kebaikan yang muncul atau hanya dapat dimunculkan melalui kebohongan tersebut. Seseorang yang berbohong demi kebaikan atau melakukan ‘white lie’, biasanya beralasan untuk menjaga perasaan orang lain. Tujuan itulah yang dianggap sebagai bentuk kebaikan. Padahal, pada beberapa kondisi bisa saja white lie adalah cara untuk mencari aman. Alih-alih mengutarakan apa yang sebenarnya terjadi, ia justru memutarbalikan fakta demi menghindari hal yang tidak ia inginkan. Berbohong demi kebaikan pada satu sisi mungkin dianggap lebih mendatangkan kebaikan dibanding kejujuran. Namun pada sisi yang lain, tindakan ini hanyakan akan memupuk rasa sakit yang jauh lebih besar, terlebih jika sering dilakukan.
Daniel bisa saja melakukan white lie, apalagi di tengah situasi dilema pada saat itu: ia memiliki pilihan untuk menyampaikan kebenaran, namun berisiko bagi keselamatannya atau ia mengutarakan kebohongan demi menyenangkan hati Nebukadnezar. Namun, sikap Daniel pada bacaan ini menjadi sebuah pengingat bagi kita untuk berani berkata dan belaku jujur dengan orang lain. Namun, bagaimana jika kejujuran itu melukai perasaan orang lain yang mendengarnya? Persoalan ketersinggungan yang berpotensi muncul dalam diri orang tersebut ketika merespons kebenaran merupakan tanggung-jawabnya secara personal. Namun, hal yang dapat kita usahakan adalah sampaikan kejujuran dalam ketulusan sehingga orang pun dapat merasakan bentuk kepedulian kita melalui kejujuran yang disampaikan. Bahkan, besar kemungkinan mereka akan lebih merasakan kepedulian dan dihargai ketika kita mengutarakan kejujuran dalam ketulusan, dibanding berbohong demi kebaikan.