Di tengah budaya yang kompetitif seperti sekarang, tidak mengherankan banyak orang yang selalu berupaya menjadi lebih baik dan memiliki status atau posisi yang lebih tinggi dibanding orang lain di sekitarnya. Entah sadar atau tidak sadar, banyak manusia hidup dalam budaya dan cara pandang yang demikian. Bahkan, tidak jarang semua itu terjadi mulai dari lingkup komunitas terkecil, yaitu keluarga. Cukup banyak orang tua yang selalu menuntut anaknya agar menjadi lebih tinggi, lebih pintar, lebih cerdas, lebih aktif, dan segala lebih-lebih lainnya di banding anak-anak lain di tempat ia bersekolah atau bermain. Hal yang lebih menyedihkan adalah seringkali anak-anak juga dibandingkan dengan teman-temannya misal, “kamu itu gak kayak teman kamu ya. Kamu tuh males banget.” Dsb. Alih-alih, mendorong anak untuk mengalami peningkatan diri, mereka justru merasa inferior atau menganggap orang lain sebagai pihak yang perlu dikalahkan.
Setiap orang tentu punya cara mendidik yang khas. Namun, terdapat satu hal yang penting dalam konteks pendidikan yaitu pengembangan diri, entah secara kognitif, emosional, maupun spiritual. Pengembangan diri pun perlu terjadi secara holistik agar tidak menimbulkan ketimpangan pada bidang-bidang tertentu sebagai seorang manusia. Terlebih lagi, pendidikan sebagai upaya pengembangan diri juga perlu diimbangi dengan karakter yang bertanggung-jawab sehingga setiap pencapaian diri yang ia dapatkan tidak berubah menjadi sesuatu yang merusak orang lain.
Perikop mengenai dipilihnya Daniel sebagai salah satu dari ketiga orang dengan jabatan tertinggi setelah raja Darius dalam kerajaan Babel memberikan sebuah pelajaran penting, yaitu: potensi yang berkembang akan menuntut tanggung-jawab yang juga besar. Jabatan baru yang Daniel dapatkan bukan sekadar keberhasilan personal, atau juga kemenangan dari orang lain. Justru, jabatannya yang baru menuntut tanggung-jawab yang tinggi untuk Daniel penuhi. Sekarang, hikmat dan segala potensi yang ada padanya, bukan hanya ia lakukan untuk kepentingan dirinya, kelompoknya (orang-orang Yahudi), maupun segelintir orang di istana melainkan akan memengaruhi kehidupan setiap rakyat di kerajaan Babel.