Komitmen bukanlah sekadar janji yang diucapkan, tetapi tanggung jawab yang harus dipenuhi. Setiap keputusan untuk berkomitmen selalu diikuti oleh konsekuensi yang menuntut kesetiaan. Dengan demikian ketika kita memutuskan untuk berkomitmen kepada Allah, maka hal tersebut harus diwujudkan dengan penuh ketaatan pada kehidupan sehari-hari.
Nehemia 10:1-27 menggambarkan bagaimana para pemimpin Israel secara terbuka menandatangani perjanjian untuk setia kepada hukum Tuhan setelah mereka kembali dari pembuangan. Ia mencatat nama-nama para pemimpin, imam, dan orang-orang Lewi yang secara sadar mengikat diri mereka dalam perjanjian dengan Allah. Hal ini bukan sekadar formalitas, tetapi sebuah tindakan nyata untuk menunjukkan kesediaan mereka menaati hukum Tuhan. Urutan pertama nama Ezra dalam daftar menegaskan bahwa ia berasal dari garis keturunan imam besar yang memiliki tanggung jawab utama dalam kehidupan rohani bangsa Israel. Selain itu, daftar ini mencerminkan keseimbangan antara pemimpin rohani dan sipil, menunjukkan bahwa tanggung jawab iman tidak terbatas hanya dalam ranah ibadah, tetapi juga dalam kepemimpinan sosial dan politik. Hal menarik lainnya, tindakan mereka menandatangani perjanjian secara terbuka juga memiliki makna penting dalam hal akuntabilitas. Ketika seseorang menyatakan komitmennya secara publik, ia memberikan dirinya untuk diawasi dan bertanggung jawab atas komunitasnya.
Kisah ini juga menampilkan bahwa para imam dan orang Lewi tidak hanya bertindak sebagai pemimpin rohani, tetapi juga sebagai pengajar yang bertanggung jawab untuk membimbing umat dalam memahami hukum Tuhan. Bahkan, beberapa di antara mereka telah aktif dalam pembacaan hukum Taurat, seperti yang kita temukan dalam kisah sebelumnya. Perlu diakui bahwa keberanian para pemimpin dalam menandatangani perjanjian ini menjadi teladan bagi seluruh bangsa Israel. Mereka tidak hanya menyatakan janji mereka secara pribadi, tetapi juga meneguhkan komitmen itu di hadapan orang banyak.
Dalam sejarah Israel, ketika para pemimpin rohani dan sipil berjalan di jalur yang benar, bangsa ini mengalami berkat dan pemulihan. Sebaliknya, ketika mereka gagal menjalankan peran mereka, rakyat pun terseret ke dalam penyembahan berhala dan pemberontakan terhadap Tuhan. Hal ini mengingatkan kita bahwa tanggung jawab iman tidak boleh dipisahkan dari kehidupan sosial.
Sahabat Alkitab, iman sejatinya merupakan tindakan nyata yang diwujudkan melalui ketaatan dan tanggung jawab. Maka komitmen kepada Tuhan harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam ibadah, pekerjaan, keluarga, maupun kepemimpinan. Marilah kita merenungkan, sejauh mana komitmen kita kepada Tuhan bukan hanya diucapkan, tetapi benar-benar dijalani? Sebagaimana para pemimpin Israel berani menyatakan janji mereka di hadapan umat, kita pun dipanggil untuk menyatakan iman kita dengan keberanian dan tanggung jawab. Tanggung jawab dalam komunitas iman, keteladanan dalam kehidupan sehari-hari (di sekolah, lingkungan, tempat kerja), serta kesetiaan dalam ibadah adalah cara-cara nyata untuk menunjukkan bahwa kita benar-benar hidup dalam perjanjian dengan Tuhan.