Segala rintihan dan tangis Daud tentang kondisinya masih terus berlanjut. Sekarang ia sedang mempersaksikan perihal dampak dari dosa-dosanya yang terus menyiksa kehiudpannya, entah secara fisik maupun mental. Sembari merendahkan hati dan diri di hadapan TUHAN, pemazmur meyakini bahwa TUHAN memahami apa yang ia butuhkan. Bahkan, secara dramatis dan penuh emosional pemazmur mengakui TUHAN sebagai satu-satunya pihak yang mau berpihak untuk melihat, menilik dan memahami kondisinya serta tidak meninggalkannya. Sangat diyakini bahwa syair ini ditulis Daud pada saat anaknya, Absalom mengambil posisi sebagai musuh. Di tengah derita, meski akibat dosa-dosanya sendiri, pemazmur merasa ditinggalkan oleh setiap orang yang menyebut dirinya sebagai sahabat maupun saudara.
Sikap pemazmur ini adalah sesuatu yang unik, terkhusus pada saat seorang manusia mengalami sebuah pergumulan yang hebat. Kemarin kita sudah melihat bagaimana penderitaan atau pergumulan justru dijadikan pemazmur sebagai media untuk mengevaluasi dirinya di hadapan TUHAN. Sekarang, kita melihat bagaimana pemazmur justru merasa semakin intim dengan TUHAN di tengah pengkhianatan yang ia dapatkan dari orang-orang terdekatnya. Di tengah kesendirian dalam kesengsaraannya itulah, pemazmur menemukan bukti bahwa TUHAN tidak pernah meninggalkannya meski dia sudah berdosa terhadap TUHAN.
Sahabat Alkitab, sangatlah wajar ketika kita merasa begitu malu pada saat menyadari segala bentuk kesalahan dan dosa di hadapan TUHAN. Namun, kita juga perlu menyadari bahwa TUHAN penuh dengan kasih setia dan kelemah-lembutan. Dosa tidak akan mengalahkan kebesaran cinta dan menghalangi inisiatif kasih-Nya bagi setiap manusia yang mengharapkan-Nya
Salam Alkitab Untuk Semua