Salah satu kecenderungan buruk manusia adalah melimpahkan tanggung-jawab atau mempersalahkan orang lain atas sebuah peristiwa tak mengenakan dalam hidupnya. Misalnya, seorang anak yang terjatuh karena tersandung oleh kakinya sendiri, namun orang dewasa yang ada di sekitarnya justru memukul lantai sembari berkata, “dasar lantai nakal udah bikin kamu jatuh ya?!”. Perilaku semacam ini memberikan dampak buruk terhadap perkembangan si anak. Tidak mengherankan jika ia akan bertumbuh sebagai seorang dewasa yang suka melempar kesalahan kepada orang lain. Kondisi ini juga dapat muncul dalam kehidupan beriman. Kita perlu menyadari dan mengakui bahwa seringkali manusia memperlakukan TUHAN secara tidak adil dan kita memosisikan diri sebagai pihak yang ‘berhak’ untuk mengevaluasi kinerja TUHAN dalam kehidupan Hal ini sangat mudah dilakukan oleh seseorang pada saat ia sedang berada dalam pergumulan maupun berbagai persoalan kehidupan.
Di dalam perikop ini kita dapat menemukan sebuah teladan beriman dengan sikap sportif dan bertanggung-jawab di hadapan TUHAN. Pemazmur tidak sedang mempersalahkan TUHAN atas kondisi yang ia alami. Segala luka dan penderitaan yang sedang dia gambarkan di dalam ketujuh ayat ini bukan ia limpahkan sebagai tanggung-jawab TUHAN. Justru, pemazmur menggunakan pengalamannya yang penuh kemalangan ini sebagai kesempatan untuk mengevaluasi diri dan kualitas imannya. Bagi pemazmur, kesalahan, kebodohan dan keberdosaannya adalah penyebab kemunculan situasi hidupnya saat ini.
Sikap pemazmur ini dapat menjadi sebuah bahan evaluasi iman yang penting bagi setiap umat TUHAN sehingga kita dapat semakin objektif dalam memperlakukan TUHAN. Kita tidak boleh membiarkan diri ini bertumbuh sebagai individu yang cenderung melimpahkan kesalahan, melampiaskan ketidakpuasan, kekecewan, kegagalan, dan segala tanggung-jawab atas situasi-kondisi hidup yang terjadi kepada orang lain. Kita pun perlu menyadari dan mengakui bahwa seringkali manusia memperlakukan TUHAN secaara tidak adil dan kita memosisikan diri sebagai pihak yang ‘berhak’ untuk mengevaluasi kinerja TUHAN dalam kehidupan kita. Hal ini sangat mudah dilakukan oleh seorang pada saat ia sedang berada dalam pergumulan maupun berbagai persoalan kehidupan.Pergumulan dan ketidaknyamanan hidup tidak semestinya kita jadikan alasan untuk mempersalahkan TUHAN, melainkan perlu kita optimalkan dalam mengembangkan kualitas iman.