Pada perikop ini Musa kembali menjalankan peran pentingnya dalam hubungan antara bangsa Israel dengan TUHAN. Secara khusus, Musa menjadi mediator perjanjian yang TUHAN bangun kepada bangsa Israel. Garis besar nilai perjanjian itulah yang muncul pada ayat 5 dan 6 yakni, “Jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa sebab Akulah yang empunya seluruh bumi. Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus.”
Apabila kita terlalu cepat membaca dan menarik kesimpulan, besar kemungkinan kita akan memahami keenam ayat ini semacam ‘tiket’ untuk mendapatkan apa yang kita inginkan ketika kita dapat memenuhi panggilan hidup kudus dari TUHAN. Padahal, jika kita cermati lebih lanjut, maka akan ditemukan bahwa perjanjian ini dimulai dari dan hanya oleh inisiatif TUHAN. Manusia, dalam hal ini bangsa Israel, berada pada posisi yang ditawari inisiatif tersebut. Pada ayat 4 kita melihat bahwa TUHAN telah menegaskan perihal pengalaman penyelamatan terhadap bangsa Israel yang diutarakan dalam penggunaan bentuk sastra. Peristiwa keluarnya bangsa Israel dari tanah Mesir diibaratkan seperti pengalaman terbang di atas Pundak rajawali, dimana TUHAN adalah burung rajawali yang mengangkut mereka. Artinya, pengalaman penyelamatan itu sudah dimulai oleh TUHAN bagi bangsa Israel dan sekarang mereka mendapatkan undangan untuk berkomitmen menjalani hidup dalam perjanjian kudus dengan TUHAN.
Sahabat Alkitab, pembacaan Alkitab hari ini telah memberikan kita sebuah pengalaman untuk mengevaluasi iman dan komitmen hidup bersama TUHAN. Perjanjian kudus yang muncul dalam perikop ini bukan semestinya dipahami sebagai tiket pembelian untuk mendapatkan segala hal yang kita inginkan, justru menjadi bentuk kepastian dan keteguhan hati untuk hidup bersama TUHAN. Janji yang TUHAN tawarkan merupakan sebuah panggilan untuk hidup dalam komitmen kepada-Nya, Sang Pemelihara kehidupan.