Yeremia diperintahkan untuk melakukan sebuah tindakan simbolis dengan makna yang sangat keras bagi masyarakat Yehuda. Buli-buli yang sengaja dipecahkan menjadi cerminan dari kehancuran yang akan mereka rasakan. TUHAN memerintahkan Yeremian untuk menggunakan buli-buli sebagai instrumen aksi kenabiannya bukanlah tanpa tujuan. Secara simbolis, umat Israel diibarkan seperti buli-buli yang dibentuk oleh TUHAN. Artinya, mereka tidak dapat melepaskan diri dari tangan TUHAN, Sang Pembentuk. Namun, kepongahan dan keangkuhan mereka justru telah menghancurkan diri mereka sendiri. Itulah mengapa, Yeremia diperintahkan untuk menghancurkan buli-buli itu di hadapan orang-orang Yehuda agar mereka memahami betapa mudahnya mereka untuk mengalami kehancuran. Bisingnya pecahan tembikar yang dilempar Yeremia pun telah menggugat ketidaksadaran orang-orang Yehuda dari keberdosaannya!
Pesan TUHAN yang akan meluluh lantakan seluruh kota dan situs penting di kerajaan Yehuda menjadi teguran yang sangat menyerang kesombongan mereka. Selama ini, mereka sudah terlalu tinggi hati di hadapan TUHAN. Mereka bertindak seolah-olah dapat memisahkan diri dari Sang Pembentuk. Berbagai tindakan dosa dan pelanggaran terhadap perintah TUHAN terus mereka lakukan dalam kepongahan. Itulah mengapa Yeremia menubuatkan kehancuran tempat-tempat yang selama ini mereka optimalkan untuk melangsungkan berbagai dosa dan pelanggarannya di hadapan TUHAN. Bahkan, tidak berhenti sampai di situ, mereka juga membanggakan keberdosaannya dalam pemeliharaan situs-situs seperti segala rumah yang dijadikan tempat persembahan berhala.
Sahabat Alkitab, nubuat Yeremia pada perikop ini juga dapat kita baca sebagai cermin yang mengkritik diri. Sebuah pertanyaan reflektif yang dapat kita berikan kepada diri sendiri adalah, “Apakah saya sudah terlalu sombong dalam menjalani hidup hingga tanpa sadar justru telah menjauhi TUHAN?” Kita perlu ingat bahwa kepongahanlah yang membuat umat Israel mengalami bahaya. Kita perlu ingat bahwa karena ketidakpedulian mereka dalam membentuk dirilah yang mendatangkan kehancuran pada diri mereka sendiri. Oleh sebab itu, kesalahan yang paling sulit diubah adalah pada saat kita secara tidak sadar telah terperosok pada sikap membanggakan kesalahan dan kenikmatan melakukan dosa.