Mari kita mulai renungan pagi ini dengan sebuah pertanyaan, “Apakah saya mengikut TUHAN hanya untuk mendapatkan jaminan ketenangan?”
Pengalaman Yeremia dan Ebed-Melekh dalam perikop ini sekilas menjadi bukti tentang jaminan dari TUHAN yang mewujud bagi setiap orang yang menerima firman-Nya. Hal ini memang tidaklah salah, tetapi juga tidak boleh disalahartikan. Yeremia dan Ebed-Melekh adalah contoh dua manusia yang memperlakukan firman TUHAN dalam sikap hormat dan tulus. Mereka tidak menuntut TUHAN untuk memberikan jaminan terlebih dahulu pada saat mempertimbangkan keputusan untuk menerima atau menolak firman-Nya. Yeremia adalah contoh pribadi yang tetap setia menggaungkan firman TUHAN meski berulang kali mengalami penyesahan, sedangkan Ebed-Melekh merupakan sosok pribadi yang lebih bersedia untuk membuka hatinya terhadap firman TUHAN daripada umat Israel. Bagi kedua orang ini, firman TUHAN adalah yang utama dan lebih penting untuk diperjuangkan meski lingkungan mereka menolak. Perikop ini pun telah menjadi bukti tentang pemeliharaan dan keberpihakan TUHAN pada orang-orang benar. TUHAN tidak pernah melupakan setiap hati yang terpaut pada-Nya. TUHAN tidak pernah meninggalkan setiap orang yang berlindung dan menaruh harap kepada-Nya. TUHAN pun tidak pernah membiarkan setiap umat yang setia kepada-Nya untuk menghadapi pergumulan hidupnya dalam kesendirian.
Sahabat Alkitab, kekeliruan fokus iman dapat meningkatkan potensi kekecewaan kita kepada TUHAN. Memfokuskan iman hanya kepada kenikmatan dari TUHAN akan membawa kita kepada benturan antara harapan dengan kenyataan. Alhasil, di tengah pergumulan yang besar muncullah anggapan bahwa TUHAN tidak kunjung menolong atau menjawab doa-doa yang kita sampaikan. Kita pun mudah kecewa karena jaminan penyertaan dan ketenangan dari TUHAN tidak kunjung tiba, secara khusus pada saat kita membaca perikop-perikop seperti pemenuhan janji terhadap Yeremia dan Ebed-Melekh pada hari ini. Padahal, dari kisah mereka kita justru belajar tentang teladan hidup beriman yang berlandaskan ketulusan dan komitmen yang utuh. Mereka tidak mengikut TUHAN karena kepastian jaminan dan penyertaan-Nya, melainkan karena kesadaran bahwa hanya TUHAN-lah yang benar dan mereka perlukan. Keselamatan yang mereka dapatkan seperti yang digambarkan pada perikop ini hanyalah satu momen dari panjangnya pengalaman hidup yang penuh perjuangan iman, mental, fisik dan komitmen di tengah beragam pergumulan serta jatuh-bangunnya kehidupan. Semua pengalaman pahit dan sulit itu pun dapat mereka jalani karena fokus iman yang hanya terarah kepada TUHAN. Mereka menyadari bahwa semua penglaman itu mereka jalani bersama dengan TUHAN, bukan dalam kesendirian. Mereka tidak menuntut TUHAN untuk segera memberikan pertolongan seperti yang mereka inginkan. Lagi pula, bukankah penyertaan, pertolongan, dan jawaban dari TUHAN dapat muncul dalam bentuk-bentuk yang tidak kita bayangkan sebelumnya?