Imamat 2:11-16
Sebagai orang yang hidup di sebuah negara besar dengan beragam produk kultural, secara khusus terkait kuliner, kita sudah sangat terbiasa dengan beragam rasa khas makanan dari tiap daerah. Saking banyaknya makanan dengan rasa yang khas dari tiap daerah di Indonesia, sangat mungkinlah masih banyak di antara orang Indonesia itu sendiri yang belum mencicipi sebagian besar makanan tersebut. Di tengah keberagaman produk makanan dengan cara pengolahannya masing-masing, terdapat satu bahan yang umum digunakan, yakni garam. Bahkan, nampaknya garam juga menjadi bahan yang hampir selalu dibutuhkan dalam banyak kultur memasak di dunia ini. Itulah mengapa garam selalu identik dengan rasa.
Namun, garam tidak hanya berfungsi sebagai ‘perasa’ dalam hasil masakan, melainkan juga dapat berperan untuk mengawetkan suatu hasil organik. Itulah mengapa, garam juga menjadi bahan yang wajib digunakan oleh orang Israel kuno pada saat mereka ingin memberikan persembahan-persembahan tertentu. Fungsinya adalah untuk meningkatkan daya tahan dari persembahan yang diberikan agar menunda proses pembusukan. Beda halnya dengan madu atau ragi yang justru akan mempercepat proses pembusukan dari persembahan kurban sajian yang diberikan sehingga penggunaan kedua bahan tersebut sangat dilarang dalam kurban sajian.
Sahabat Alkitab, penggunaan garam untuk menunda pembusukan ini menjadi sebuah nilai permenungan yang juga sangat relevan untuk kita gumuli di masa sekarang. Memang, kita tidak perlu selalu menyertakan butiran-butiran garam dalam setiap persembahan yang kita berikan di gereja atau di tempat lain yang sesuai. Namun, nilai peran garam dalam praktik kurban sajian ini dapat kita maknai sebagai kemurnian hati dalam setiap persembahan yang kita berikan kepada TUHAN.
Sungguh disayangkan ketika seorang umat TUHAN memberikan persembahan dengan kondisi hati yang pamrih terhadap TUHAN, apalagi dengan intensi memanipulasi kasih TUHAN. Oleh sebab itu, setiap umat TUHAN sangat perlu terus menjaga kemurnia hati dalam setiap persembahan yang diberikan untuk menghindari berbagai kebusukan yang dapat merusak kualitas hati di hadapan TUHAN.