Kepercayaan adalah hal mahal untuk didapatkan sekaligus untuk diberikan. Itulah mengapa, seseorang yang begitu tulus memberikan kepercayaannya secara penuh akan sangat mudah terluka, jika kepercayaan tersebut pun terkhianati. Hal ini terjadi karena kepercayaan yang sungguh-sungguh yang diberikan telah ‘mengikis’ batas-batas yang menghalangi diri antara seseorang dengan orang lain. Misalnya, seseorang yang memercayakan kisah pilu hidupnya kepada orang lain sesungguhnya tidak sekadar membagikan cerita, melainkan ia telah mengikis tembok-tembok pemisah yang menghalangi antara ia dengan orang tersebut. Pada saat ia memutuskan untuk mempercayai orang lain dengan membagikan kisah hidupnya tersebut, sesungguhnya ia telah menerima orang itu untuk masuk lebih dalam ke ruang personal dirinya. Artinya, kepercayaan telah menjadi bentuk keintiman relasi antar individu. Tidak akan mungkin seseorang dapat percaya kepada orang lain tanpa adanya keintiman relasi di antara mereka. Itulah mengapa, kepercayaan yang terkhianati akan semakin menimbulkan luka yang mendalam pada orang yang bersangkutan. Begitu pula nilai kepercayaan yang tidak sembarangan melainkan memiliki kualitas yang sangat mendalam dan tidak semestinya dipermainkan.
Hubungan antara umat dengan Tuhan juga idealnya menjadi lokus pengejawantahan kepercayaan yang sejati. Luapan iman dari pemazmur telah menunjukkan hal tersebut, yakni pada saat ia menggunakan perumpamaan gunung Sion sebagai kondisi diri seseorang yang percaya kepada Tuhan. Hal ini tidak serta-merta menjadi simbol kepongahan, seolah-olah ia adalah manusia yang kuat pada dirinya sendiri. Justru, melalui ungkapan tersebut pemazmur sedang menekankan nilai dari kepercayaan yang sesungguhnya yang semestinya terbentuk pada diri setiap umat Tuhan. Seseorang yang mengaku percaya kepada Tuhan tidak semestinya mudah terombang-ambing oleh berbagai distraksi di dunia, entah yang hadir dalam suasana duka maupun suka. Terkadang, entah sadar maupun tidak sadar, kita justru merendahkan nilai percaya kepada Tuhan hanya karena hadirnya pergumulan maupun merasa kesukacitaan yang menggiring kita kepada sikap angkuh di hadapan Tuhan. Oleh sebab itu, pahamilah arti dari percaya yang sesungguhnya sebagai umat Tuhan sehingga kita mampu untuk terus menjalani relasi yang intim dan kokoh bersama-Nya.