Menyelami pemikiran Tuhan tentu tidaklah dapat dilakukan oleh manusia. Pemazmur pun sudah menegaskan bahwa hal tersebut adalah sebuah kemustahilan. Ibarat menghitung butiran pasir yang tidak akan berhasil dilakukan, begitu pula pemazmur menunjukkan kerumitan dan ketidakmampuannya untuk memahami pemikiran Tuhan.
Kegelisahan iman yang pemazmur rasakan pada ayat 17 dan 18 itu pun muncul di tengah kondisi hidupnya yang penuh pergumulan. Secara khusus, kita dapat menyimpulkan bahwa pemazmur sedang berada di tengah lingkungan yang memusuhinya. Banyak orang yang berupaya menjatuhkan dirinya, entah secara mental maupun fisik. Perselisihan inilah yang membuat pemazmur mengalami kegelisahan iman hingga ia merasa bingung atas maksud Tuhan di balik semua pergumulan tersebut. Itulah mengapa, kita dapat membaca syair berisi pengakuan iman sekaligus keresahan iman dari pemazmur yang tidak mampu memahami jalannya kehidupan. Meski demikian, pemazmur tidak lantas meninggalkan atau mempersalahkan Tuhan. Ia justru menutup Mazmur ini dengan sebuah penegasan komitmen iman kepada Tuhan. Bahkan, ia sendiri yang meminta agar Tuhan menilik dan menguji hatinya. Hal ini dilakukan bukan dalam intensi untuk menantang Tuhan, melainkan pemazmur ingin merasakannya sebagai bagian dari proses pembentukan iman yang lebih kokoh.
Sahabat Alkitab, kondisi iman yang dirasakan pemazmur dalam bacaan hari ini adalah bentuk pengalaman iman yang juga sering dialami oleh banyak umat Tuhan. Tidak jarang kita pun seolah kebingungan atas maksud Tuhan dengan hadirnya beragam bentuk pergumulan yang muncul. Ada kalanya pula kita meluapkan kebingungan tersebut dengan sikap marah, bahkan berujung keangkuhan di hadapan Tuhan. Pada satu sisi, kita mungkin sudah lelah menghadapi kenyataan pahit kehidupan hingga membuat kita gamang dan bersikap tak bijaksana di hadapan Tuhan. Namun, pada sisi lain semua kindisi sulit tersebut juga menjadi kesempatan bagi kita untuk mengalami pembentukan iman yang lebih kokoh. Kebingungan menghadapi kenyataan hidup tidak semestinya menjadi hambatan pertumbuhan iman, melainkan kesempatan untuk mendapatkan iman yang lebih kokoh. Kebingungan mungkin kita rasakan pada masa-masa awal pergumulan, namun hendaknya berujung pada pertumbuhan iman yang lebih kokokh di dalam Tuhan.