Tulisan Paulus ini merupakan penjelasan sekaligus penegasan darinya sebagai individu yang memiliki ikatan jasmani dengan tradisi Yahudi, keturunan bangsa Israel, kelompok yang pada saat itu seringkali mengedepankan ikatan dengan janji Allah berdasarkan hubungan jasmani. Paulus tidak pernah menampik adanya hubungan antara keturunan Israel dengan janji Allah, namun Paulus justru sedang memberikan pemaknaan yang lebih mendalam terkait hubungan manusia dengan janji keselamatan dari Allah. Maksudnya, semua itu tidaklah sebatas huungan jasmani atau hal-hal yang sifatnya lahiriah maupun legalistik. Keselamatan yang Allah sediakan telah merengkuh berbagai pihak dengan mengedepankan kualitas hubungan yang mereka bangun dengan Allah itu sendiri. Itulah mengapa, pada ayat 8 Paulus menuliskan, “Artinya: Bukan anak-anak secara jasmani yang disebut anak-anak Allah, tetapi anak-anak perjanjian yang disebut keturunan yang benar.”
Sahabat Alkitab, kita perlu memahami dengan seksama perihal hubungan yang kita miliki dengan Allah. Tulisan dari Paulus ini semestinya cukup menjadi otokritik bagi setiap umat Tuhan yang terlena dalam narsisme beriman hingga berujung pada formalitas menjalani hubungan dengan Allah. Secara khusus, bagi setiap orang yang sudah menjadi “percaya” sejak kecil atau sejak lama, sangat mudah untuk terjebak pada kondisi beriman yang penuh formalitas. Alhasil, kita pun kesulitan untuk mengalami pertumbuhan iman maupun mengalami kemelekatan relasi yang intim dengan Allah. Kita bisa saja selalu merasa kurang atas karya Allah dalam kehidupan ini. Oleh sebab itu, mengkritisi kualitas hubungan antara kita dengan Allah merupakan sebuah hal yang pelru dilakukan agar meminimalisir berubahnya hubungan iman menjadi hubungan yang sembarangan. Padahal, Paulus sendiri pun telah sejak lama menunjukkan bahwa hubungan beriman bukanlah hubungan yang sembarangan, sekadar perihal jasmani apalagi bersifat formalitas.