Sahabat Alkitab, kita memang telah melihat sosok Festus sebagai pemimpin yang ‘agak mencari aman’, khususnya terkait perselisihan dari sejumlah pemimpin agama Yahudi terhadap Paulus. Hal ini pun terbukti kembali pada ayat 18-20, yakni ketika Festus menceritakan perihal kasus tersebut kepada raja Agripa. Pada satu sisi Festus seolah ingin menunjukkan bahwa ia ingin memenuhi unsur kejelasan dalam sistem peradilan Romawi, namun pada sisi lain testimoni dari Festus itu sendiri justru telah menunjukkan bahwa ia tidak berani mengambil sikap atas sesuatu yang sudah jelas karena ketakutan terhadap orang banyak.
Situasi yang tergambarkan dalam bacaan ini cukup menunjukkan sebuah kebiasaan dalam sistem peradilan hukum Romawi yang memberikan ruang bagi setiap pemikiran untuk dapat saling mempertahankan diri, prinsip dan posisinya di hadapan hukum. Artinya, sebuah perkara tidak dapat diputuskan hanya berdasarkan pertimbangan sejumlah orang yang memiliki status dan dihormati tanpa adanya ruang untuk melakukan klarifikasi. Oleh sebab itu, klarifikasi pun menjadi unsur penting dalam proses peradilan agar setiap penilaian dan keputusan yang diberikan dapat menghadirkan keadilan yang maksimal. Meskipun, memang tidak dapat dipungkiri bahwa di dalam sistem yang sangat baik sekalipun tidak menutup kemungkinan hadirnya oknum-oknum yang berusaha untuk memanipulasi keadilan dengan menggunakan kuasa dan harta.
Sahabat Alkitab, terlepas dari sikap Festus tersebut, namun pada bacaan ini kita telah diingatkan tentang sikap terhadap kebenaran. Secara khusus, sebagai umat TUHAN kita perlu memahami kebenaran dan berani mengambil sikap untuk memperjuangkannya. Hal ini idealnya dapat menjadi bagian dari cara pandang yang juga mewujud melalui sikap hidup keseharian. Kita perlu kritis dan memiliki keberanian untuk memenuhi hal tersebut mengingat tidak sedikit orang yang memahami kebenaran, namun takut untuk mempertahankannya di tengah himpitan kerumunan orang yang menolak nilai-nilai kebenaran.