Tidak dapat dipungkiri bahwa ‘pelayanan’ sangat mudah untuk disalahartikan, maupun dimanipulasi. Itulah mengapa, setiap umat TUHAN, entah mereka yang berkarya aktif dalam kegiatan pelayanan gerejawi maupun mereka yang terlibat sebagai pendukung kehidupan pelayanan jemaat perlu berhati-hati agar tidak terjerumus dalam kekeliruan maupun penyelewengan nilai pelayanan sebagai murid Kristus. Tentu, setiap gereja memiliki pemahaman dan nilai spesifik mengenai ‘pelayanan’ sesuai dengan tradisi dan corak teologisnya masing-masing. Namun, ada sebuah refleksi nilai pelayanan yang dapat kita maknai secara bersama berdasarkan bacaan firman TUHAN pada hari ini.
Tuhan Yesus memberikan mandat kepada para murid yang telah Ia kumpulkan untuk melakukan karya pelayanan misi pengajaran ke berbagai tempat. Ia memang mengutus mereka berdua-dua dengan tujuan sebagai support system satu terhadap yang lain dalam menjalani karya pelayanan tersebut. Namun, terdapat sebuah hal yang cukup mengherankan yakni ketika Tuhan Yesus justru melarang para murid untuk membawa perbekalan dan persiapan diri yang ‘mapan’. Hal ini tentu menimbulkan banyak pertanyaan reflektif yang sangat potensial untuk dielaborasi, direnungkan dan dikembangkan sebagai modal bagi gereja untuk mengembangkan kehidupan pelayanannya. Salah satunya adalah nilai bahwa hidup melayani berarti siap untuk menanggung resiko dan tidak dimaksudkan untuk mengejar kenikmatan, kenyamanan apalagi keuntungan pribadi. Melalui larangan tersebut, para murid sedang diajarkan untuk mencukupkan diri dan berfokus pada karya pelayanan tersebut, tanpa membuka celah bagi agenda-agenda kenyamanan personal.
Pada hari ini kita pun perlu mencermati setiap karya pelayanan yang kita lakukan, maupun yang sedang kita rencanakan untuk terlibat di dalamnya. Apakah kita melayani dengan ketulusan, kebercukupan, dan fokus yang terarah pada pelayanan untuk Kristus atau justru kita sedang menyelipkan agenda personal untuk mencari kenyamanan diri sendiri?