Berdasarkan narasi ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Herodes merupakan contoh seorang manusia yang mengetahui nilai kebenaran, namun masih terlalu enggan untuk memegang teguh prinsip hidup dalam kebenaran itu sendiri. Alhasil, Herodes lebih memilih untuk ‘membungkam’ suara kenabian dari Yohanes Pembaptis yang ia anggap terlalu mengganggu kenyamanan dalam keberdosaannya. Meski demikian, ia pun menyadari bahwa keputusan untuk membunuh Yohanes Pembaptis merupakan sebuah tindakan yang sangat keliru dan bertolak-belakang dengan kesadaran nuraninya akan kebenaran. Itulah mengapa ia selalu merasa terombang-ambing pada setiap kali mendengarkan pengajaran dari Yohanes Pembaptis. Keresahan hatinya atas tindakan pembunuhan tersebut juga muncul pada saat ia merespons berita tentang popularitas sosok Yesus Kristus yang ia anggap sebagai ‘jelmaan’ Yohanes Pembaptis. Respons ini menunjukkan bahwa Herodes masih terpenjara oleh perasaan bersalah akibat penolakan terhadap kebenaran yang sudah jelas-jelas ia sadari.
Sahabat Alkitab, kiranya kisah ini cukup menjadi teguran sekaligus menjadi teguran bagi setiap kita untuk tidak terlena dalam segala kenikmatan keberdosaan. Sebagai umat TUHAN kita tentu mengamini bahwa ada Roh Kudus yang sedang berkarya, menggerakan dan mengarahkan diri kita untuk menjalani hidup sesuai dengan nilai-nilai kebenaran firman TUHAN. Setiap umat TUHAN sedang dipimpin untuk menjalani hidup agar terus menjadi semakin serupa dengan Kristus, menjalani hidup sesuai dengan pedoman-Nya sebagai respons nyata atas keselamatan yang telah Ia berikan tanpa syarat. Namun, kita juga perlu berhati-hati bahwa kita memiliki potensi untuk lebih memilih menolak bimbingan Roh Kudus demi menuruti keinginan daging yang bertentangan dengan keinginan Roh tersebut. Oleh sebab itu, jangan biarkan kita terlena dalam keberdosaan hingga memilih ‘membungkan’ bimbingan kebenaran yang justru menjadi belenggu bagi diri kita sendiri.