Momen yang tercatat pada sisa narasi perjumpaan antara Saul dengan Samuel ini sangatlah menarik dan penting untuk kita refleksikan secara personal sebagai umat Tuhan. Firman Tuhan menunjukkan kepada kita bahwa setelah semua pemberitaan pesan kenabian dan pengurapan itu terjadi pada Saul, Tuhan pun menyentuh dan mengubah hati Saul sebuah tindakan yang sangat personal dan intim yang dilakukan oleh Tuhan bagi manusia. Hal ini sangatlah penting untuk dimaknai oleh Saul agar ia tidak secara asal menjalankan perannya kelak atau paling tidak begitulah idealnya terjadi pada diri Saul kelak.
Pasca seluruh peristiwa besar dengan berbagai pembuktian firman Tuhan yang telah dialami oleh Saul itu pun ia tetap mengalami gejolak yang begitu besar pada dirinya. Hal ini cukup terlihat pada percakapan antara ia dengan pamannya, yang cukup diyakini adalah Abner, ketika ia kembali ke rumahnya. Saul tidak mengatakan secara gamblang mengenai apa-apa saja yang disampaikan oleh Samuel dan berbagai peristiwa besar tersebut, termasuk perihal pemilihan dari Tuhan yang menjadikannya raja atas bangsa Israel. Saul memilih untuk menahan pemilihan itu menjadi bagian rahasia yang hanya diketahui olehnya, Samuel dan Tuhan. Catatan mengenai sikap Saul ini memang menjadi pengantar narasi yang menjembatani para pembaca untuk memahami situasi yang akan muncul pada bagian berikutnya, yakni ketika proses pemilihan raja pertama atas Israel itu dilakukan dengan menggunakan metode undian. Namun, berdasarkan sikap Saul dalam bagian ini pun kita mendapati sebuah potret yang sangat manusiawi pada diri Saul.
Sahabat Alkitab, selayaknya Saul yang juga membutuhkan waktu untuk memproses seluruh peristiwa besar dalam hidupnya, kita pun juga perlu memberikan perhatian yang begitu besar atas segala firman Tuhan dalam kehidupan kita. Sikap Saul pada perikop ini adalah relevan dan penting juga untuk kita aplikasikan ke dalam kehidupan kita sehari-hari, yakni kita perlu memberikan waktu untuk memproses segala firman Tuhan bukan untuk meragukannya melainkan untuk semakin memaknainya secara mendalam. Sungguh disayangkan jika setiap firman Tuhan yang kita dengarkan justru cepat berlalu begitu saja tanpa adanya proses berarti yang kita lakukan terhadapnya. Jadi, apakah kita sudah cukup memaknai segala firman Tuhan dalam hidup kita secara mendalam?