Sahabat Alkitab, seberapa banyak anda akan memberikan kesempatan untuk terus berelasi dengan orang yang telah berulang kali melukai perasaan atau mengecewakan anda? Setiap orang tentu memiliki jawaban yang berbeda yang juga sangat dipengaruhi oleh bentuk perilaku yang dilakukan oleh si pelaku. Namun, besar kemungkinan bagi sebagian orang untuk memilih menjaga jarak dengan orang yang bersangkutan agar tidak kembali mendapatkan perilaku yang menyakitkan. Kemudian, kecil peluang ada individu yang justru memilih untuk semakin berelasi secara intim pasca disakiti, apalagi ketika tindakan menyakitkan itu sudah dilakukan berulang kali.
Firman Tuhan pada hari ini pun menampilkan respon dari satu pihak yang telah berulang kali dikecewakan, dikhianati dan disakiti. Di sepanjang perjalanan sejarah bangsa Israel, khususnya sejak peristiwa pembebasan dari tanah Mesir hingga masa raja-raja Israel-Yehuda, umat Tuhan sudah berulang kali melakukan pemberontakan terhadap Tuhan. Namun, berulang kali pula Tuhan memberikan kesempatan bagi mereka untuk memperbaharui perilaku dan kualitas iman kepada-Nya. Bahkan, pada saat harus mengalami pembuangan sebagai dampak dari keberdosaan mereka, Tuhan pun tetap tidak menutup akses relasional bagi mereka. Tuhan menunjukkan kerinduan dan kesempatan yang semakin besar bagi umat-Nya agar dapat berelasi dengan semakin intim dengan-Nya, meski umat-Nya sendiri masih terlalu berkeras hati untuk setia kepada-Nya. Itulah mengapa, pasca pembuangan Tuhan ingin membangun perjanjian baru bagi umat-Nya sehingga mereka memiliki peluang untuk membangun kehidupan yang semakin terstruktur dan kokoh sebagai umat-Nya.
Sahabat Alkitab, firman Tuhan ini pun perlu menjadi ‘cermin’ bagi kita untuk berefleksi atas cara kita memperlakukan Tuhan. Begitu pula kita perlu menilik efektivitas respons terhadap setiap kesempatan dan akses yang Tuhan berikan agar kita dapat mengalami pembentukan relasi yang intim dengan Dia. Apakah kita sudah cukup sadar diri dan penuh ketulusan untuk menggunakan setiap kesempatan hidup sebagai umat-Nya? Atau, jangan-jangan kita masih terlalu asik untuk menghadapkan punggung kepada-Nya?