Pernahkah kita mengalami suatu peristiwa yang menyenangkan dan di saat yang sama menyayangkan orang yang kita kasihi sedang tidak bersama kita? Kita berpikir, “andai saja mereka ada disini, pasti akan lebih menyenangkan”. Perasaan seperti itu muncul karena kita merasa bahwa kebahagiaan yang kita rasakan akan lebih lengkap jika mereka yang sedang terpisah jarak dengan kita, juga ikut merasakannya. Hal ini biasa terjadi karena di masa-masa sebelumnya ada pengalaman berbagi momen berharga dengan mereka. Perasaan ini adalah bagian alami dari hubungan manusia dan menunjukkan seberapa dalam kita menghargai kehadiran orang-orang yang kita kasihi dalam hidup kita.
Melalui teks yang baru saja kita baca menyiratkan bahwa Allah memahami betul perasaan umat Yehuda. Sebagai sebuah bangsa yang tercerai-berai diluar keinginan mereka, perasaan rindu sekaligus kuatir terhadap saudara sebangsa menjadi kenyataan tak terelakkan. Oleh karenanya ketika mendengar nubuatan tentang pembebasan, wajar jika terselip harapan bahwa pembebasan ini juga bisa dirasakan oleh saudara sebangsa dan setanah air, yang saat ini juga sedang berjuang di tempat lain. Kini harapan mereka menjadi sebuah keniscayaan, karena Allah sendiri telah menyatakan bahwa keselamatan akan diberikan bukan hanya kepada umat yang berada di pembuangan, tetapi juga bagi mereka yang tercerai berai di ujung-ujung bumi. Bahkan panggilan penyelamatan ini bukan hanya ditujukan kepada mereka yang jauh karena jarak, tetapi juga bagi yang hatinya mulai menjauh dari Allah dengan menyembah berhala. Allah memanggil mereka yang hatinya mulai menjauh, agar berpaling dan kembali dalam dekapan kasih-Nya. Allah dapat melakukan itu semua, karena Ia yang berdaulat atas bumi. Dalam Dia, semua keturunan Israel akan mendapat keselamatan dan kemuliaan. Bukan hanya itu, Allah juga berjanji bahwa mereka yang telah bertentangan kepada Israel di masa lalu akan dipermalukan.
Sahabat Alkitab, dari teks hari ini kita belajar bahwa penyelamatan dan anugerah Allah bukan hanya menyentuh pribadi masing-masing, tapi bisa dirayakan dan dihayati secara kolektif. Sering kali persekutuan kita turut dipengaruhi oleh pola pikir zaman modern yang individualistis. Termasuk bagaimana kita menghayati sukacita dan anugerah yang Tuhan berikan. Padahal dalam ikatan kasih bersama dengan saudara-saudara beriman, kehidupan persekutuan menjadi lebih hidup. Bayangkanlah segala sesuatu dapat dibagikan dalam persekutuan yang hidup itu. Sukacita satu orang menjadi sukacita bersama karena kita dapat belajar dan merefleksikan akan kebaikan Tuhan dalam kisah tersebut. Dukacita yang dirasakan seseorang pun turut menjadi keprihatinan bersama dan sekaligus menguatkan iman kita bahwa Ia tidak pernah meninggalkan umat-Nya. Mari merayakan anugerah Allah dalam persekutuan, keluarga, dan komunitas kita masing-masing.