Seorang bapa dikenali karena anaknya, kitapun juga membawa nama Bapa pencipta semesta. Saat berbuat baik nama Allah yang dimuliakan, dengan logika yang sama saat melakukan hal buruk maka namanya ikut ternoda.
Teguran Tuhan disampaikan kepada Israel atas tindak tanduk mereka di masa lampau. Pada ayat 16 dikatakan bahwa ketika kaum Israel tinggal di tanah perjanjian, mereka menajiskannya dengan tingkah laku mereka. Allah memang mengikat perjanjian dengan bangsa Israel agar menjaga kekudusan mereka. Segala sesuatu yang tidak menghadirkan kekudusan dinamakan dengan kenajisan. Beberapa hal pada perikop ini yang dinilai membawa kenajisan adalah pertumpahan darah atau perang yang tidak dikehendaki Allah dan penyembahan berhala. Akibatnya Israel harus menanggung konsekuensi yang teramat berat dari kelalaian mereka dalam menjaga tingkah laku. Disinilah Allah sesungguhnya turut menjadi bahan “cemoohan” bangsa-bangsa lain atas kekalahan Israel tersebut. Pada masa itu nasib suatu bangsa diidentikkan dengan kuasa atau keberadaan dewa-dewa mereka. Maka cemoohan tersebut dapat dinilai sebagai suatu yang wajar dapat terjadi.
Sahabat Alkitab, marilah kita berefleksi akan segala sesuatu yang telah kita lakukan selama ini. Apakah kita sudah secara sadar mempertimbangkan segala akibat dari tindakan kita ataukah semua keputusan dihasilkan karena hawa nafsu kita belaka. Sesungguhnya kita adalah saksi atas segala kebaikan dan kemuliaan Allah. Bila hidup kita penuh dengan hal-hal yang tidak dikehendakinya, atau melakukan sesuatu yang membawa dampak buruk bagi orang lain, maka sesungguhnya kita tidak menjalankan peran kita sebagai saksi yang baik atas kemuliaan Allah. Berarti kita diundang untuk mencerminkan kasih serta kebaikan-Nya melalui kata-kata serta tindakan yang kita lakukan.