Bermegah diri atau rasa angkuh seharusnya menjadi satu sikap yang seharusnya diwaspadai oleh setiap orang. Keangkuhan membuat kita terjatuh dalam rupa-rupa pencobaan yang menghantar kita kepada kesengsaraan. Sayangnya rasa angkuh itu dapat menyelubungi dirinya dengan berbagai “kemasan” sehingga nampak tersembunyi, bahkan ia dapat bersembunyi dibalik penghayatan keberagamaan kita.
Paulus mengingatkan jemaat di Roma dan seluruh pembacanya agar tidak memegahkan diri oleh karena mereka diselamatkan oleh Allah. Peringatan ini muncul karena dalam bagian-bagian sebelumnya Paulus menegur keras orang-orang Yahudi yang menutup diri pada anugerah Allah dan menolak Kristus sebagai Juruselamat. Dengan diterimanya orang-orang non-Yahudi dalam rencana besar penyelamatan Allah, sebenarnya hal tersebut merupakan bagian dari rencana Tuhan untuk membuat mereka “cemburu” dan pada akhirnya berbalik serta bertobat.
Maka sebagai umat beriman perlu untuk senantiasa mengembangkan rasa mawas diri, bahkan dalam teks yang kita baca disebutkan dengan “rasa takut”. Menggunakan metafora cabang yang dicangkokkan, Paulus memperingatkan umat berlatar belakang non-Yahudi untuk senantiasa waspada serta setia karena sewaktu-waktu Allah pun dapat “memangkas” mereka yang tidak menjaga anugerah itu dengan baik. Rasa takut dicampakkan Allah ini perlu guna mendorong umat bertekun menjaga anugerah-Nya melalui hidup yang taat. Sebab, jika Tuhan tidak menyayangkan bangsa Israel yang notabene merupakan bangsa pilihan-Nya sendiri, terlebih terhadap orang di luar Israel!
Melalui bacaan kali ini kita diingatkan untuk tidak hanya mengingat dan menghayati Allah sebagai yang Maha Kasih tetapi juga yang Maha Adil. Ia berkenan kepada orang yang rendah hati dan berpegang teguh pada kebenaran-Nya. Maka yang bisa kita lakukan sebagai orang percaya adalah menjalani hidup kita berlandaskan iman yang teguh kepada-Nya serta senantiasa mengerjakan apa yang benar.