Kedekatan personal antara kita dengan orang lain adalah hal yang harus diupayakan oleh kedua belah pihak. Jika hanya satu pihak saja yang berinisiatif untuk membangun serta memelihara relasi tersebut, maka upaya itu tidak akan berjalan dengan baik. Demikian pula relasi yang dibangun antara manusia dengan Allah.
Penulis Ibrani tampak sangat mengenal pembacanya secara pribadi, hal ini dapat kita lihat melalui penggunaan kata ganti orang dengan “kami” dan “kita” yang terlihat lebih personal. Seolah surat ini dipersiapkan khusus untuk jemaat lokal tertentu. Pada beberapa bagian surat, penulis mengungkapkan kondisi dari jemaat yang kemungkinan berlatar belakang yahudi. Misalnya dalam Ibrani 10:32-34, diungkapkan kondisi jemaat yang menderita karena cercaan, mendapatkan perlakuan sewenang-wenang, dan harta benda mereka dirampas. Dalam situasi demikianlah penulis menyampaikan pesannya agar jemaat yang sudah percaya tidak menyia-nyiakan anugerah keselamatan yang telah diberikan Allah melalui Yesus Kristus (Ibrani. 2:3-4).
Surat Ibrani diawali dengan sebuah pernyataan tentang Allah selalu mencari cara untuk mendekatkan diri-Nya kepada manusia. Di masa lalu, Allah berbicara melalui nabi-nabi dalam berbagai cara yang bisa dipahami manusia. Menggunakan bahasa dan metode yang beragam sesuai konteks zaman, misalnya, saat berbicara kepada Musa, Ia menggunakan media semak yang terbakar (Keluaran 3). Ketika berbicara kepada Elia, Ia menyampaikan pesanNya melalui suara embusan yang lembut (1 Raja-raja 19: 12). Ia bernubuat kepada Yesaya melalui penglihatan surgawi (Yesaya 6), kepada Hosea melalui krisis keluarganya (Hosea 1:2), dan kepada Amos melalui penglihatan yang cukup unik, yaitu bakul yang berisi buah-buahan matang (Amos 8:1). Semua upaya ini dilakukan karena keinginan-Nya untuk menjalin relasi yang intim dengan umat. Namun seperti yang kita ketahui, segala upaya tersebut tak selalu mendapatkan sambutan yang baik, hingga akhirnya IA berprakarsa untuk hadir dalam rupa manusia, Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah representasi dari Allah sendiri, berbeda dengan nabi-nabi terdahulu yang memiliki peran sebagai pembawa pesan atau firman Allah, Yesus adalah Firman itu sendiri. Ia memiliki kekuasaan dan kekuatan yang mampu mempersatukan dan menopang seluruh ciptaan. Gagasan di balik kata ‘menopang’ sebaiknya kita pahami sebagai ‘memelihara’, bukan menahan sesuatu secara pasif, tetapi secara aktif menopang. Dalam pelayanan-Nya di dunia, Yesus secara terus-menerus menunjukkan kuasa firman-Nya yang begitu kuat sehingga dapat menopang segala sesuatu. Sama seperti Firman Allah pada saat penciptaan dunia (Kejadian 1), Firman Yesus pun memiliki otoritas ilahi yang tak terbatas, yang dapat menciptakan, memelihara, dan memberi hidup.
Sahabat Alkitab, apakah kita menyadari betapa Allah sangat menginginkan hubungan yang dekat dengan kita? Melalui Anak-Nya yang tunggal, Allah mengungkapkan bukti kasih-Nya yang paling mendalam. Namun uluran cinta kasih Allah tersebut akan menjadi sia-sia jika kita tidak menyambutNya dengan penuh kesadaran. Marilah menerima dan mengimani anugerah Allah dalam Kristus seraya mewujudkan hubungan yang intim dengan-Nya.