Dalam sebuah perselisihan seringkali dibutuhkan peran seseorang yang menjembatani dua pihak yang tengah berseteru. Ia adalah seorang mediator yang mewakili kepentingan dua pihak tersebut mempertemukan dan memperdamaikan perbedaan, serta membantu mengatasi konflik. Maka bayangkanlah jika peran itu dilaksanakan oleh Yesus. Ia lah yang memperdamaikan kita dengan Allah.
Sebelum Yesus, dalam sistem keagamaan orang Yahudi, Imam memegang peranan sebagai pengantara dan memediasi relasi Allah dengan manusia yang melakukan dosa. Melakukan pertobatan, dan menguduskan kembali hidupnya dengan mempersembahkan kurban. Imam membawa kurban tersebut ke mezbah dan mempersembahkan kurban tersebut atas nama pihak yang hendak menyatakan pertobatan. Dalam pengorbanan itulah pendamaian terjadi. Allah tidak lagi melepaskan murkanya kepada umat, melainkan kepada objek yang dikurbankan tersebut.
Bahasa kultus tersebut dipakai oleh penulis Ibrani untuk menjelaskan Yesus. Yesus digambarkan sebagai sang Imam Besar Agung. Ia berbeda dengan para imam lainnya, yakni dalam hal statusNya sebagai Anak Allah yang rela menjadi kurban itu sendiri untuk memperdamaikan Sang Bapa dengan umat manusia. Dalam statusNya tersebut, Yesus mengalami berbagai keterbatasan manusia, bahkan dicobai serta menderita, tetapi Ia tidak jatuh ke dalam dosa. Maka dari itulah Yesus menjadi kurban tebusan yang sempurna.
Apa yang perlu kita lakukan saat ini adalah mengucap syukur atas anugerah tersebut dan penuh dengan keberanian menjalani kehidupan selayaknya orang yang telah mengalami pembebasan. Kita tidak lagi dibelenggu oleh dosa, sehingga kita dapat memilih untuk hidup benar dan kudus di hadapan Allah. Sadarilah segala keterbatasan kita dan hampiri Allah agar kita tidak semakin jauh jatuh ke dalam dosa