Sebuah rencana kegiatan yang matang pasti melibatkan berbagai perhitungan yang dilakukan dengan seksama. Mulai dari pemetaan sumber daya dan modal yang ada, hingga kepada tenaga kerja yang dibutuhkan untuk memproyeksikan keberhasilan sebuah rencana kegiatan atau bahkan proyek tertentu. Tindakan itu merupakan sesuatu yang wajar, tetapi sebagai umat Tuhan kita dapat memasukkan “nilai tambah” dalam segala perencanaan tersebut. Hal tersebut ialah pelibatan Tuhan Sang Pemelihara Kehidupan pada segala perencanaan yang kita buat dan kerjakan.
Tradisi perjanjian lama terkhusus pada bagian kepulangan bangsa Yehuda terbiasa untuk mencampurkan apa yang menjadi refleksi iman penulis, tetapi sekaligus catatan aktual dari peristiwa yang telah terjadi. Ezra 8:1-13 mendokumentasikan dengan cukup panjang lebar mengenai orang-orang yang ikut bersama Ezra ke Yerusalem. Mereka adalah gelombang kedua kepulangan ke Yerusalem, setelah beberapa tahun sebelumnya gelombang pertama diutus dan melakukan berbagai tugas “penyiapan lahan”.
Pencatatan itu dilakukan dengan menyebutkan nama keluarga beserta dengan anggota yang dibawanya. Sistem kekerabatan Israel kuno berdasarkan keterikatan keluarga dari leluhur yang sama atau dapat dikenal pula dengan sistem klan. Hanya laki-laki yang dicatat dalam data ini karena demikianlah kebiasaan yang berlaku pada masyarakat paternalistik. Maka kita dapat mengasumsikan bahwa bersama dengan para laki-laki yang tercatat kembali ke Yerusalem bersama Ezra tersebut, juga terdapat perempuan serta anak-anak karena tujuan mereka adalah membangun kehidupan baru di tanah leluhur. Pendataan berdasarkan keluarga ini juga bertujuan untuk menginformasikan kepada orang-orang Yehuda yang telah lebih dahulu di Yerusalem, barangkali ada sanak famili mereka yang ikut dalam rombongan kedua ini. Dengan demikian pencatatan ini hendak membangkitkan pula keterikatan keluarga dan rasa senasib sepenanggungan.
Pencatatan jumlah serta penyebutan secara spesifik jumlah laki-laki juga berfungsi sebagai pemetaan kekuatan dalam pembangunan kembali di Yerusalem. Perjalanan yang akan mereka tempuh tidaklah mudah maka diperlukan beragam antisipasi agar dapat sampai ke tujuan dengan selamat. Rupanya dibalik pencatatan yang seolah-olah hanya bersifat laporan, ada sebuah maksud terperinci yang telah dipirkan dengan matang.
Sahabat Alkitab, marilah kita berefleksi dalam kehidupan masing-masing. Jangan-jangan selama ini perencanaan kita tidak terwujud karena kurangnya ketelitian dan kesiapan dalam mewujudkannya. Membuat perencanaan yang baik haruslah dilakukan dengan melibatkan Tuhan di dalamnya. Hanya Tuhan lah sumber kebijaksanaan serta kekuatan kita senantiasa.