Perjuangan Tak Pernah Usai

Renungan Harian | 26 Februari 2025

Perjuangan Tak Pernah Usai

Kita sudah sering mendengar ungkapan populer yakni jangan sekali-kali melupakan sejarah. Hal ini bukan berarti kita terjebak pada upaya untuk meromantisasi masa lalu, melainkan dengan mengingatkan sejarah ada pelajaran-pelajaran bermakna yang dapat kita petik dari peristiwa masa lalu sebagai bekal untuk menyongsong serta mempersiapkan kehidupan di masa mendatang. Inilah yang dilakukan oleh Nehemia sebagai seorang pemimpin umat. Ia mengajak orang-orang Yahudi untuk melihat sejarah leluhur yang seringkali gagal untuk memelihara ketetapan Tuhan bahkan melakukan hal yang sebaliknya. Persoalan tersebut yang disoroti Nehemia pada bacaan kita kali ini. 

 

Tiga permasalahan utama yang dihadapi Nehemia ialah pelanggaran hari Sabat, kelalaian mendukung pelayanan Tuhan, dan pernikahan campur dengan bangsa-bangsa penyembah berhala. Ketiga tindakan tersebut menjadi representasi atas kecenderungan manusia untuk berkompromi dengan kenyamanan duniawi. Namun, yang paling mengguncang Nehemia pada saat itu adalah permasalahan hubungan personal umat. Telah terjadi pernikahan campur dengan bangsa lain. Pernikahan dengan wanita dari Ashdod, Ammon, dan Moab bukan sekadar soal perbedaan kebangsaan. Bahaya yang tengah disorot adalah tentang percampuran nilai, serta hati yang perlahan-lahan berbalik dari Allah menuju dewa-dewa asing.

 

Bahaya pernikahan campur dalam konteks ini adalah infiltrasi budaya dan keyakinan yang bertentangan dengan iman Israel. Anak-anak yang lahir dari pernikahan tersebut bahkan tidak bisa berbicara bahasa Yahudi, sebuah simbol dari hilangnya identitas iman. Bahasa bukan hanya alat komunikasi; ia adalah jembatan yang menghubungkan generasi dengan tradisi, hukum, dan kisah penyelamatan Allah. Ketika bahasa iman hilang, pengenalan akan Allah pun memudar. Ini adalah peringatan yang relevan bagi kita: ketika nilai-nilai dunia lebih didengar daripada firman Tuhan, lambat laun kita kehilangan bahasa rohani yang mengikat kita pada-Nya.

 

Reaksi Nehemia yang keras, memarahi, hingga mengusir mereka yang menodai kekudusan. Mungkin hal ini terasa ekstrem, tetapi dibalik tindakan itu ada kegelisahan seorang gembala yang melihat dombanya berjalan menuju jurang. Ini bukan tentang kemarahan semata, tetapi cinta, yang menolak berdiam diri melihat umat binasa. Pada akhirnya, seruan "Ya Allahku, ingatlah kepadaku, demi kebaikanku!" menjadi penutup yang menyayat hati. Nehemia tidak mencari pengakuan manusia. Ia sadar, pelayanan yang tulus hanya bermakna jika dikenang oleh Allah. Dalam doa itu terkandung kerendahan hati sekaligus pengharapan bahwa segala jerih payahnya, meski tampak sia-sia di mata manusia, tidak akan dilupakan oleh Tuhan yang adil.

 

Sahabat Alkitab, dalam perjalanan iman, berapa kali kita tergelincir ke dalam dosa yang sama yang pernah kita tinggalkan? Bukankah sepanjang kehidupan yang telah kita jalani ada saja kesempatan saat kita goyah dan terjatuh. Seharusnya peristiwa-peristiwa itu membuat kita menjadi semakin dewasa serta semakin tegas untuk menolak penggodaan. Sayangnya kita sering menjadi seperti bangsa Israel, kita melupakan segala pembelajaran di masa lampau dan malah terjatuh dalam kesalahan yang sama. Kita terbuai oleh segala kesibukan dan beragam godaan dunia. Kita mungkin tidak menikahi orang asing secara harfiah, tetapi bukankah kita kerap bersekutu dengan pandangan-pandangan duniawi yang dapat merusak relasi kita dengan Allah? 

 

Pada akhirnya perjuangan iman merupakan sebuah proses yang tidak pernah usai. Salah satu hal yang patut diperjuangkan dalam proses tersebut adalah menjaga kekudusan. Nehemia mengingatkan kita akan pentingnya menjaga kekudusan. Ketegasannya mengajak kita untuk tidak berkompromi dengan dosa. Namun, yang paling dalam dari semua ini adalah panggilan untuk merawat warisan iman. Jangan sampai generasi penerus kehilangan "bahasa Yehuda" mereka—bahasa iman yang menghubungkan mereka dengan Allah yang hidup. Pendidikan rohani, teladan hidup, dan doa menjadi jembatan yang mengikat generasi kini dengan kasih karunia Tuhan.

Logo LAILogo Mitra

Lembaga Alkitab Indonesia bertugas untuk menerjemahkan Alkitab dan bagian-bagiannya dari naskah asli ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang tersebar di seluruh Indonesia.

Kantor Pusat

Jl. Salemba Raya no.12 Jakarta, Indonesia 10430

Telp. (021) 314 28 90

Email: info@alkitab.or.id

Bank Account

Bank BCA Cabang Matraman Jakarta

No Rek 3423 0162 61

Bank Mandiri Cabang Gambir Jakarta

No Rek 1190 0800 0012 6

Bank BNI Cabang Kramat Raya

No Rek 001 053 405 4

Bank BRI Cabang Kramat Raya

No Rek 0335 0100 0281 304

Produk LAI

Tersedia juga di

Logo_ShopeeLogo_TokopediaLogo_LazadaLogo_blibli

Donasi bisa menggunakan

VisaMastercardJCBBCAMandiriBNIBRI

Sosial Media

InstagramFacebookTwitterTiktokYoutube

Download Aplikasi MEMRA

Butuh Bantuan? Chat ALIN


© 2023 Lembaga Alkitab Indonesia