Akhir-akhir ini, kita sering disuguhi berita tentang penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, serta tindakan kejahatan yang berakar pada kepentingan pribadi atau segelintir orang. Fenomena ini bukanlah hal baru. Ester 3:1-11 memberikan gambaran nyata tentang bagaimana ambisi pribadi, kesombongan, dan dendam menjadi penyulut kehancuran.
Setelah peristiwa-peristiwa sebelumnya, Raja Ahasyweros mempromosikan Haman, seorang Agag, menjadi pembesar kerajaan. Ia merupakan keturunan dari bangsa Amalek, musuh bebuyutan Israel. Mordekhai menolak untuk tunduk kepada Haman, ia melakukannya bukan karena pembangkangan buta, tetapi karena kesadaran akan integritas dan sejarah bangsanya. Penolakan ini melukai harga diri Haman. Alih-alih menyelesaikan masalah secara bijak, Haman membiarkan kesombongan dan amarahnya menguasai diri, berujung pada rencana pemusnahan seluruh bangsa Yahudi. Ia mencoba menentukan “waktu yang tepat” untuk aksinya dengan melempar undian (Pur), seolah-olah nasib bangsa Yahudi bergantung pada keberuntungan. Hal yang lebih mengejutkan, Raja Ahasyweros menyerahkan otoritas sepenuhnya kepada Haman tanpa penyelidikan. Tindakan tersebut menunjukkan ketidakpekaan seorang pemimpin yang mudah dipengaruhi. Akibatnya situasi menjadi bertambah buruk. Haman memanipulasi informasi, menyembunyikan identitas Mordekhai, yang sebelumnya telah menyelamatkan raja dari upaya konspirasi (Ester 2: 22-23).
Sahabat Alkitab, manusia adalah makhluk yang sangat lihai untuk mengupayakan segala cara asalkan tujuannya tercapai. Itulah yang terjadi pada diri Haman. Apapun diperbuatnya untuk mencapai tujuan. Manipulasi, kebohongan, dan intrik lainnya, adalah sarana untuk mencapai tujuan. Mentalitas seperti Haman, sebenarnya masih banyak kita temui. Orang-orang rela menindas sesama dan melakukan ketidakbenaran asalkan tujuannya tercapai, akibatnya orang lain yang tidak tahu menahu turut menjadi korban. Sebagai umat Tuhan kita diundang untuk melakukan tindakan-tindakan alternatif melawan kecenderungan tersebut. Kejujuran, kerendahan hati, dan penguasaan diri adalah keutamaan yang harus kita kerjakan dalam hidup sehari-hari. Kita harus berpegang kepada nilai yang dilandaskan kebenaran Firman Tuhan, jangan sampai terseret arus zaman yang cenderung merelatifkan segala sesuatu. Apa yang benar bisa menjadi salah, dan yang salah bisa menjadi benar, tergantung kepentingan siapa yang hendak diperjuangkan.