Martin Luther King Jr, seorang aktivis asal Amerika Serikat, pernah berujar “The time is always right to do what is right.” Setiap waktu adalah waktu yang tepat untuk melakukan apa yang benar. Ungkapan tersebut mungkin menggambarkan bacaan kita pada saat ini. Tidak jarang dalam kehidupan ini kita dihadapkan pada situasi di mana diam terasa lebih mudah daripada bertindak. Ketakutan dan enggan keluar dari zona nyaman. Mungkin kita juga sering merasa bahwa “itu bukan urusanku”. Pemikiran-pemikiran tersebut seringkali menjadi alasan untuk menunda atau menghindari keterlibatan terhadap krisis yang terjadi di sekitar kita.
Namun, ada momen-momen penting di mana keberanian untuk bertindak bukan sekadar pilihan, tetapi panggilan yang harus dijawab. Kisah Mordekhai dan Ester dalam Ester 4: 9-17 menghadirkan gambaran yang jelas tentang hal ini. Di tengah ancaman pemusnahan bangsa Yahudi, Mordekhai tidak memilih untuk berdiam diri. Ia menyadari bahwa keberadaan Ester di istana bukanlah sebuah kebetulan. Melalui kata-kata yang menggugah, Mordekhai mendorong Ester untuk berani melangkah, meskipun risikonya besar. “Siapa tahu, justru untuk saat seperti ini engkau beroleh kedudukan sebagai ratu,” katanya, mengingatkan bahwa kesempatan untuk bertindak benar sering kali hadir di saat yang paling menantang.
Bagi Mordekhai, menolong umat bukan hanya tentang aksi heroik, tetapi kesetiaan pada panggilan Allah. Ia tahu bahwa jika Ester menolak, Tuhan tetap bisa menyelamatkan umat-Nya melalui cara lain. Namun, kesempatan untuk terlibat dalam karya besar Tuhan adalah anugerah yang seharusnya tidak disia-siakan. Ester, meski awalnya ragu karena risiko hukuman mati jika menghadap raja tanpa dipanggil, akhirnya menyadari panggilan tersebut. Keputusannya untuk berpuasa dan meminta dukungan doa dari bangsanya menunjukkan bahwa keberanian bukan sekadar tindakan nekat, tetapi lahir dari ketergantungan pada Tuhan. Ucapannya, “kalau aku harus mati, biarlah aku mati” (ayat 16), mencerminkan keteguhan hati dan kesiapan untuk memperjuangkan yang benar meski harus mengorbankan kenyamanan dan nyawanya sendiri.
Sahabat Alkitab, berapa kali kita melihat ketidakadilan, penderitaan, atau kebutuhan di sekitar kita tetapi memilih diam karena takut atau merasa itu bukan urusan kita? Seperti Ester, kita pun sering dihadapkan pada keputusan sulit, bertindak dengan risiko atau tetap diam dalam kenyamanan. Setiap posisi, kesempatan, dan talenta yang kita miliki adalah anugerah yang bisa digunakan untuk menjadi sarana berkat bagi sesama dengan memperjuangkan kebenaran. Mari belajar dari keberanian Ester yang tidak bertindak sendiri, tetapi mengandalkan dukungan komunitas dan pertolongan Tuhan.