Ada saat ketika keberanian dibutuhkan, tetapi keberanian tanpa hikmat dapat berujung pada kegagalan. Ester menjadi contoh bagaimana hikmat Tuhan membimbingnya untuk mempersiapkan diri secara matang dalam menghadapi momen krusial, demi terlibat dalam proses penyelamatan bangsanya. Ester tidak terburu-buru mengambil tindakan. Ia berpuasa dan berdoa mempersiapkan hati dan pikirannya, ia melibatkan Tuhan dalam rencana penyelamatan umat-Nya.
Pada hari ketiga puasa, Ester mengenakan pakaian kebesarannya dan memberanikan diri menghadap Raja Ahasyweros (ayat 1). Hal ini adalah tindakan yang penuh risiko, sebab mendekati raja tanpa dipanggil dapat berujung pada hukuman mati. Namun, keberanian Ester bukanlah keberanian yang sembrono, ia telah mempersiapkan diri melalui puasa dan doa. Menariknya, meski mendapat kesempatan langsung untuk menyampaikan permintaannya, Ester tidak segera mengungkapkan rencananya. Ia mengundang Raja Ahasweros dan Haman ke perjamuan (ayat 4). Tindakan ini bukan sekadar keramahtamahan, melainkan strategi yang penuh hikmat. Ester memahami pentingnya membangun suasana hati yang tepat sebelum mengutarakan permintaan penting, agar hati raja lebih terbuka. Bahkan pada perjamuan pertama, ia menunda permintaan pentingnya ke perjamuan berikutnya (ayat 7-8). Mungkin ada pergumulan batin, tetapi dalam perspektif iman, kita meyakini bahwa Tuhan sedang mengatur waktu yang paling tepat.
Sahabat Alkitab, hikmat bukan sekadar soal keberanian tetapi cara terbaik untuk bertindak dengan melibatkan Tuhan. Keberanian tanpa hikmat dapat berujung pada kecerobohan, sedangkan hikmat tanpa keberanian dapat berakhir dengan penyesalan karena melewatkan kesempatan. Sikap Ester menunjukkan bahwa keberanian yang disertai hikmat, dan ditopang oleh doa, akan membuka jalan bagi pertolongan Tuhan.