Pernahkah kita merasa terdesak dan kehilangan harapan? Terutama saat menghadapi yang amat berat dalam hidup kita. Saat hal itu terjadi, rasanya hanya Tuhan yang menjadi sandaran serta sumber pertolongan kita. Dalam keberserahan tersebut, bukan sebuah kemustahilan jika Allah pada akhirnya membalikkan keadaan kita.
Hari yang seharusnya menjadi hari duka bagi bangsa Yahudi berubah menjadi hari kemenangan. Alkitab mencatat, “Pada hari itu musuh-musuh orang Yahudi berharap mengalahkan orang Yahudi, tetapi yang terjadi justru sebaliknya.” (ayat 1). Kemenangan ini bukanlah hasil dari kekuatan mereka sendiri, melainkan karena pertolongan Allah yang bekerja melalui berbagai cara. Raja Ahasyweros, yang sebelumnya menjadi alat rencana jahat Haman, kini menjadi pendukung bagi bangsa Yahudi. Mordekhai, yang dahulu hanya seorang pegawai biasa di istana, kini menjadi sosok yang disegani, dan namanya membawa ketakutan bagi musuh-musuh Israel.
Menariknya, Alkitab mencatat bahwa meskipun mereka diberi hak untuk merampas harta musuh, orang-orang Yahudi memilih untuk tidak melakukannya. “Tetapi mereka tidak mengulurkan tangan atas barang rampasan.” (ayat 10). Ini menunjukkan bahwa kemenangan mereka bukanlah soal membalas dendam atau memperkaya diri, melainkan tentang keadilan dan pemulihan. Mereka bertindak bukan karena kebencian, tetapi karena mereka membela hak untuk hidup.
Dalam kehidupan kita, mungkin ada saat-saat ketika kita menghadapi “musuh” dalam berbagai bentuk, yakni: ketidakadilan, penderitaan, ketakutan, bahkan kelemahan diri sendiri. Namun, jika Tuhan di pihak kita, siapa yang dapat melawan kita? Kemenangan tidak selalu berarti menghancurkan lawan, tetapi bisa berarti mampu bertahan, tetap setia, dan tidak membiarkan kejahatan menguasai hati kita. Ia mampu menghilangkan awan gelap yang dirasa tidak bisa sirna. Tetaplah berjuang menjadi orang benar dan menjadi umat yang setia kepadanya. Kegelapan boleh datang, tetapi pada akhirnya terang Tuhan akan selalu menang.