Minuman keras merupakan salah satu produk yang masih cukup digemari oleh masyarakat dunia di berbagai konteks dan latar budaya. Bahkan, di sebagian konteks minuman keras menjadi semacam minuman wajib ada dalam berbagai bentuk kegiatan komunal. Setiap komunitas pun memiliki pemahaman dan sikap yang berbeda terhadap keberadaan minuman keras. Namun, tidak sedikit pula kelompok masyarakat, entah dengan landasan pemahaman kultur maupun agama, yang melarang para anggotanya untuk mengkonsumsi minuman keras.
Pada perikop ini kita pun menemukan larangan mengkonsumsi minuman keras yang secara khusus disampaikan oleh TUHAN bagi para imam di tengah bangsa Israel kuno. Apabila kita telaah secara lebih merinci, maka kita akan menemukan sebuah kualitas yang perlu mereka jaga yakni “dapat membedakan antara yang kudus dan yang tidak kudus, antara yang najis dan yang tahir, serta dapat mengajarkan kepada orang Israel segala ketetapan yang telah difirmankan TUHAN kepada mereka dengan perantaraan Musa.” Kualitas pekerjaan ini pun perlu dipertahankan oleh imam, yang salah satunya melalui menjaga diri agar tidak mengkonsumsi minuman keras.
Larangan dan kualitas pekerjaan yang tertera pada perikop ini sebenarnya sangatlah relevan, mengingat dampak dari minuman keras yang dapat menurunkan tingkat kesadaran. Hal ini tentu sangatlah tidak baik bagi seseorang yang memiliki tanggung jawab untuk melakukan suatu pekerjaan, secara khusus pada lingkup pekerjaan yang sangat membutuhkan tingkat kesadaran, focus, ketelitian dan daya analitis yang tinggi seperti para imam. Mereka memiliki peran untuk memberikan pengajaran dan pelayanan ritus yang minim kesalahan agar tidak menghasilkan sebuah pelanggaran seperti yang muncul dalam kisah Nadab dan Abihu.
Sahabat Alkitab, permenungan terhadap perikop ini menunjukkan bahwa setiap profesi atau peran memiliki kualitas yang perlu dipertahankan dengan penuh kedisiplinan dan komitmen. Tuhan memberikan larangan bagi para imam agar tidak mengkonsumsi minuman keras pun bukan sekadar menjauhi produk tersebut, melainkan agar mempertahankan kualitas peran yang mereka miliki demi menghadirkan dampak yang optimal bagi pertumbuhan iman setiap umat yang dilayani. Oleh sebab itu, larangan ini juga dapat dimaknai bahwa salah satu prinsip sebagai orang percaya adalah menjalankan tanggung jawab dengan penuh kedisiplinan dan komitmen demi menghadirkan kualitas peran yang optimal.