Stefanus mulai semakin mendalam memberikan kilas balik historis pengalaman nenek moyang bangsa Israel. Pada bagian ini ia memusatkan fokus pada perilaku pengkhianatan yang sudah mengakar dalam diri nenek moyang bangsa Israel yang adalah nenek moyang semau orang yang ada dalam ruang persidangan saat itu. Pada ayat 9 terdapat sebuah pelekatan identitas yang cukup keras yang dilakukan oleh Stefanus ketika ia mengucapkan, “Karena iri hati, bapa-bapa leluhur kita menjual Yusuf ke tanah Mesir, tetapi Allah menyertai dia…”. Hal ini bukanlah tanpa makna, melainkan Stefanus dengan sengaja melekatkan identitas mereka sebagai bangsa dari keturunan orang-orang yang memang mendekap sifat iri hati, bahkan terhadap suadara sendiri, untuk membangkitkan kesadaran tentang perilaku yang dilakukan oleh para pemuka agama terhadap dirinya.
Melalui pernyataan ini, Stefanus menunjukkan bahwa iri hati merupakan salah satu bentuk dosa yang sudah dilakukan oleh bapa-bapa leluhur bangsa Israel. Sayangnya, hal itu tidak hanya terjadi di masa lampau melainkan juga di masa sekarang, tepatnya pada saat sejumlah masyarakat Yahudi membuat tuduhan palsu mengenai Stefanus seperti yang sudah ditampilkan pada pasal 6:8-15. Meski demikian, Stefanus memiliki iman bahwa TUHAN selalu menyertai setiap umat yang diperkenankan oleh-Nya, meski mereka harus hidup di tengah ketidakadilan dari orang-orang yang menyimpan iri hati. Hal ini sudah terbukti dari pengalaman Yusuf, yang meski telah dikhianati karena iri hati oleh saudara sendiri, tetap mampu menjadi saluran berkat karena TUHAN menyertai Yusuf. Iman ini pula yang muncul dibalik penjelasan historis dari Stefanus.
Sahabat Alkitab, kita mesti berhati-hati terhadap perilaku-perilaku yang dapat ditimbulkan dari iri hati. Persoalannya adalah ketika kita tidak menyadari atau tidak mau mengakui iri hati yang muncul dalam diri sendiri. Kesaksian Stefanus telah menunjukkan bahwa iri hati adalah dosa lama yang selalu dapat muncul dalam diri manusia dan membawa kehancuran yang begitu besar. Kesaksian Stefanus juga telah mengajarkan kepada kita untuk tidak gegabah atau berlelah hati dalam menghadapi orang-orang yang penuh iri kepada kita. Penyertaan TUHAN selalu mendampingi setiap orang yang tetap percaya kepada-Nya meski terkadang mereka harus menghadapi ketidakadilan maupun terluka oleh perilaku orang yang tak kuasa mengendalikan hati yang penuh iri.