Allah yang Jauh dan Allah yang Dekat

Renungan Harian | 3 Juni 2025

Allah yang Jauh dan Allah yang Dekat

Pandangan teologis tradisional memahami sifat Allah sebagai yang Imanen sekaligus Transenden. Imanensi Allah tampak pada kesediaan-Nya untuk menghampiri dan menyapa manusia dalam segala kekhasan konteks yang dihadapi oleh sang ciptaan. Sementara itu dalam transendensi-Nya, ditegaskan sosok Allah yang Maha Kuasa, Maha Mengetahui, serta melampaui ruang dan waktu serta segala entitas yang ada dalam semesta. Iman yang sehat lahir dalam ketegangan kreatif antara imanensi dan transendensi Allah. Berada pada satu sisi saja akan menghadirkan ketimpangan pemahaman kita akan Allah. Pada bacaan kali ini kita melihat Elihu yang menampar Ayub melalui argumentasinya. Baginya, Ayub terlalu lancang sehingga berani menantang Allah dengan pertanyaan-pertanyaannya. Allah adalah sosok Maha Tinggi yang bahkan menciptakan langit dengan mudahnya. 


Satu hal yang gagal dilihat Elihu adalah seruan dan pertanyaan Ayub berasal dari dasar penderitaan yang dalam. Ia merintih karena merasa Allah begitu jauh, seolah tak peduli. Elihu, dengan nada tegas, menegur Ayub karena menurutnya Ayub terlalu meninggikan diri—seakan lebih benar daripada Allah. Ia menggambarkan Allah sebagai Pribadi yang terlalu tinggi untuk terusik oleh dosa atau kebaikan manusia; terlalu mulia untuk menjawab teriakan manusia yang penuh keluhan.


Namun, dalam pandangan Elihu yang meninggikan serta membela kemahakuasaan Allah, terselip kekeliruan besar. Ia lupa bahwa Sang Maha Tinggi tidak hanya duduk jauh di takhta-Nya, tetapi rela turun mendengar keluh kesah manusia yang paling hina. Ia menggarisbawahi transendensi Yang Ilahi dan melupakan hasrat-Nya yang hendak menyapa serta dekat dengan ciptaan-Nya (Allah yang Imanen). Kemuliaan Allah bukan terletak pada jarak-Nya, melainkan pada kesediaan-Nya merendah untuk menjangkau yang rapuh. Allah bukan hanya Allah di ketinggian awan, tetapi juga Allah yang hadir dalam debu penderitaan. Ketika manusia tak lagi mampu berkata-kata, Allah berbicara lewat kedekatan-Nya. Ketika Elihu menekankan bahwa manusia harus layak dahulu untuk didengar, kasih Allah justru menyatakan bahwa Ia lebih dahulu mendekat, bahkan ketika manusia dalam kondisi tak layak.


Maka, ketika hidup terasa gelap dan langit seakan bungkam, jangan menyerah dalam doa. Allah tidak menutup telinga-Nya terhadap jeritan yang tulus, bahkan dari hati yang remuk. Akuilah keterbatasanmu dan bukalah hati, sebab justru dalam kerendahan itu, Sang Maha Tinggi berkenan hadir dan menyelamatkan. Ia tidak hanya berada jauh disana melampaui semesta, tetapi Ia juga hadir dan dekat dengan kita. Keberadaan-Nya dapat kita lihat dalam segala sesuatu di dunia ini yang dapat kita rasakan melalui seluruh pengalaman ragawi termasuk kala derita mengoyak tubuh dan mengguncang jiwa.

Logo LAILogo Mitra

Lembaga Alkitab Indonesia bertugas untuk menerjemahkan Alkitab dan bagian-bagiannya dari naskah asli ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang tersebar di seluruh Indonesia.

Kantor Pusat

Jl. Salemba Raya no.12 Jakarta, Indonesia 10430

Telp. (021) 314 28 90

Email: info@alkitab.or.id

Bank Account

Bank BCA Cabang Matraman Jakarta

No Rek 3423 0162 61

Bank Mandiri Cabang Gambir Jakarta

No Rek 1190 0800 0012 6

Bank BNI Cabang Kramat Raya

No Rek 001 053 405 4

Bank BRI Cabang Kramat Raya

No Rek 0335 0100 0281 304

Produk LAI

Tersedia juga di

Logo_ShopeeLogo_TokopediaLogo_LazadaLogo_blibli

Donasi bisa menggunakan

VisaMastercardJCBBCAMandiriBNIBRI

Sosial Media

InstagramFacebookTwitterTiktokYoutube

Download Aplikasi MEMRA

Butuh Bantuan? Chat ALIN


© 2023 Lembaga Alkitab Indonesia